Inochinotabekata

Bukan hal yang lumrah tapi bukan juga hal yang biasa, namun jelas aku merasakan ada hal yang berbeda setiap kali aku mengungkit mengenai hubungannya dengan kakaknya. Matanya itu membuatku penasaran apa yang dia maksud dari ucapannya yang penasaran terhadap semua pembelajaran umum di klub ini. Saat yang lain memutuskan untuk mencuci tangan mereka, ia duduk dihadapanku dengan tatapan matanya yang tak menghindariku sama sekali walau aku sekuat tenaga untuk terus menatapnya. Di pembicaraan kami yang hanya meninggalkan kami dalam kesunyian sore itu, angin berhembus diantara suara bising para kendaraan yang sibuk saling meladenin suara yang satu dengan yang lainnya.

Suaraku terdengar payah karna tak sanggup terlalu banyak bicara hal-hal yang serius untuk menanggapi hal-hal yang diutarakannya. Aku curiga hal-hal ini pernah terjadi padaku, tapi aku tidak berharap padanya.

Setelah semua kegiatan selesai aku jadi teringat pada momen waktu lampau yang melibatkanku pada suatu acara anak-anak muda. Aku jadi stres sendiri pada waktu itu karena selalu pulang larut malam dan terpaksa belajar banyak agar nilai tidak turun, sebenarnya posisiku ini dibilang menyenangkan juga tidak terlalu tapi katanya aku terlihat pandai membersamai orang-orang karena diriku yang tidak harus menyesuaikan untuk di sukai banyak orang. Entah, kenapa aku jadi agak kelabu seperti ini karena tiba-tiba teringat hal-hal konyol yang telah berlalu.

Han dan Jun adalah sekawan jauh lebih lama ketimbang aku datang ke hidup mereka. Malam itu aku berkata pada Han bahwa dia bisa memukulku setelah semua acara selesai, aku mengatakan hal itu di tengah kepusinganku karna memikirkan banyak hal dari dua kegiatan yang ku urus dan tugas-tugas yang menumpuk. Belum lagi aku ada kelas malam yang mengharuskan aku pulang larut malam bersama Jun.

Ada kenangan buruk dimana yang paling kuingat adalah pukul 9 malam kehabisan kendaraan umum menuju rumah dan aku  ada masalah dengan Jun, sehingga dia tidak masuk hari itu. Aku terlalu ketergantungan padanya, jadi kupikir untuk tidak melakukannya lagi. Ponselku mati dan tidak tahu harus bagaimana. Aku dengan keberanianku pun mencoba meminjam pengecas ponsel pada penumpang yang berlalu lalang, walau di tolak beberapa kali karena mereka sedang terburu-buru aku tetap mencoba dan tidak sampai satu menit mendapatkannya aku langsung mengecas dan memesan taksi online, benar tidak sampai satu menit aku melakukannya. Setelah hari itu, aku hampir menangis karena setelahnya supir taksinya selalu menghubungiku. Hanya karena ada masalah dengan Jun, aku hampir stress begini. Seharusnya tidak boleh. Sesekali aku takut karena terpikir apa jadinya kalau tidak ada Jun dan aku harus melakukan semua ini sendirian. Aku takut. Namun, aku harus tetap bisa melakukannya sendirian karena masa depanku akan jauh lebih sulit nantinya karena tidak ada Jun.

Hubunganku dengan Jun tidak lebih dari teman perjalanan bersama, selebihnya tidak ada lagi. Bertukar pesan pun kami tidak lakukan karena aku tidak tahu nomornya.

Aku tidak mengatakan pada Jun mengenai perjalanan malam yang kulalui tanpanya, aku takut dikatakan bahwa aku adalah anak perempuan yang lemah dan penakut. Aku seberusaha mungkin ingin buktikan kalau aku bisa melakukannya tanpa dirinya.

Hal yang paling kuingat adalah Jun tidak melakukannya karena diriku, itu semua hanya karena Han. Karena Jun tidak pernah melihat ke arahku sama sekali. Semenjak aku menyadari hal tersebut, aku jadi lebih mudah marah padanya dan semenjak itu tidak membersamainya, tidak. Dia yang tidak membersamaiku lagi.

Diantara Jun dan Han selalu ada aku yang pendiam dan tak mau ikut pembicaraan mereka. Seingatku, pernah dalam perjalanan Jun bercerita bahwa dia pernah terpuruk karena suatu hal dan Han hadir membawa kenangan yang memperbaiki hidupnya. Sejak saat itu hubungan mereka sangat baik hingga kini. Kupikir persahabatan mereka sulit sekali untuk ditembus, bahkan bisa dilihat dengan jelas mereka tak memberiku ruang untuk masuk.

Jun sepertinya memang tidak menyukaiku, namun berbeda dengan Han yang mudah sekali untuk diajak bicara hal-hal konyol dan dia sangat baik. Sampai-sampai aku senang sekali berada di sisinya.

Pernah suatu kali dia terancam karena tanggung jawabnya yang amat berat dan orang-orang yang tidak tahu apapun menekannya dengan egois. Aku tidak tahu persis bagaimana tubuh kurus keringnya itu mampu menahan hal-hal yang tidak masuk akal seperti itu, kalau kata banyak orang yang pikirannya agak geser “si tua bangka itu akan luluh pada wanita” kalau memang caranya seperti itu, aku yang jalan pikirnya agak gila ini bisa saja melakukan banyak hal seperti lebih dahulu membuka forum untuk menyelamatkan Han. Sebenarnya aku tidak masalah mengenai anggapan banyak orang, karena dengan hal itu aku bisa membantu Han dari penyiksaannya.

Di tengah pembicaraan serius untuk menangani masalah-masalah yang akan terjadi, tiba-tiba aku mengambil alih forum yang terdiri dari orang yaitu aku, han dan Jun.

“Kalau di lihat dari cara berpikirnya si tua bangka itu, ada hal yang paling efisien dan mudah untuk dilakukan.”

“Jangan bicara yang tidak penting. Pulang sana!” sahut Jun ketus.

“Aku bicara serius dan ini penting, loh! Masalahnya kalian hanya fokus untuk menangani tua bangka itu. Masih banyak yang harus kita tangani. Aku ada solusi untuk menangani si tua itu karena aku tahu targetnya itu hanyalah Han.”

“Benar, sih! Dia selalu mengarah padaku. Memang apa idenya?”

“Kalau dia bicara asal sungguh aku akan memukulnya.”

“Jangan kasar begitu!”

“Saat forum kemarin yang tiba-tiba dia datang dan bilang permisi karena ada aku. Aku sudah tahu kelemahannya dimana. Bagaimana kalu aku dan Han mulai saat ini dekat.”

“Kita memang dekat, bukan?”

“Kau mau mengada-ada ide konyol seperti apa lagi?”

“Maksudnya, sebut saja ini hanya formalitas pacaran. Aku akan melindungi Han agar acaranya berlangsung aman sampai akhir.”

“DIMANA TONGKAT BAMBUNYA?!”

“Kumohon, dengarkan aku sekali ini saja.”

“Itu sama saja. Selama ini kita selalu bersama, bahkan bertiga. Semua itu tetap terjadi dan aku yang selalu di ditikam olehnya.”

“Nah, ini yang ingin kujelaskan. Dia melihat kita hanyalah sebagaimana sekelompok remaja yang kebingungan. Coba saja ketika hanya aku dan Han, ketika dia menargetkan Han, aku akan lebih dulu menjadi tameng baginya dan akan mulai bertanya di setiap pertanyaan yang diajukan olehnya. Terakhir kali kuingat kalau tidak salah di akhir bicaranya dia bilang itu semua hanya saran dan masukkan bebas untuk kita lakukan atau tidak dan dia pergi begitu saja.”

“Apa itu tidak memberatkanmu?”

“Kalau tidak begitu, ini memberatkan kelangsungan hidup kita semua.”

“Kita bertiga.”

“Aku tidak keberatan, kalau itu tidak menyulitkanmu. Lakukan saja.”

Aku tahu Han akan menyetujuinya walaupun makin hari hubunganku dengan Jun akan semakin buruk karena Han menyetujui permintaanku itu. Sejak keputusan itu Jun tidak mau bicara padaku lagi dan mulai beredar gosip bahwa aku berpacaran dengan Han karena kemana pun ia pergi aku selalu mengekor dan dikala ia kesulitan aku selalu membantunya.

Hingga suatu hari Jun memuali pembicaraan padaku,

“Semua berjalan baik seperti idemu yang konyol itu. Tapi, ini akan menyulitkanmu ketika mengetahui faktanya.”

“Setidaknya ucapkan terima kasih padaku sebelum ingin memberikan saran.”

“Sebenarnya aku tidak pernah membencimu sama sekali, hanya saja aku ingin Han tidak memperlakukanmu seperti itu. Han itu tidak sebaik yang kau kenal, karena aku tahu betul baga…”

“Kau jahat sekali berkata seperti itu. Kau teman baiknya.”

“Kau sama sekali tidak paham kondisinya sejak awal.”

“Seharunya Han yang tidak berteman denganmu.”

“Hari ini kita pulang bersama. Aku ingin benar-benar bicara serius padamu.”

Aku tidak berpikir bahwa Jun akan bicara serius padaku. Setelah seluruh kelas selesai, Jun langsung menghampiriku membantuku merapihkan buku-buku dan membersamaiku pulang dan meninggalkan Han sendirian. Tidak seperti biasanya.

Selama perjalanan pulang, Jun melihatku tanpa menghiraukan semua aspek yang ada di sekitarnya. Sangat mengerikan seperti hewan buas yang akan menerkam mangsanya secara brutal.

“Sudah lama, sejak kupikir kau memang hanya mendengarkan Han.”

“Memang aku selalu mendengarkannya. Tapi, bisakah kau menjauhinya?”

“Kenapa? Kau tidak suka?”

“Selain daripada itu, Han sebenarnya punya pacar dan aku dekat dengan pacarnya juga. Aku takut ke depannya akan ada masalah kalau kalian terlalu dekat. Aku pernah bilang padamu ada garis yang bukan sekedar garis, namun tembok tinggi yang tebal diantara kita dengan Han. Dia di sini karena suatu hal dan kau harus tahu bahwa aku berketergantungan padanya. Kau tidak boleh sampai sepertiku.”

“Maksudmu aku jadi selingkuhan Han?”

“Sebenarnya aku tidak pernah sama sekali membencimu. Aku hanya ingin kau menjauhi Han dengan sikapku yang ketus begini. Tapi, kau malah keras kepala. Ini berbahaya bagimu, karena kau perempuan. Tidak tahu bagaimana kedepannya kalau kau sama sepertiku.”

“Memangnya kau berketergantungan terhadap hal apa?”

“Segalanya. Aku tidak harus mengatakannya secara rinci, kau bisa tahu awal dari aku mengenalmu karena Han memaksaku dan aku sadar bahwa kau yang lebih ingin berteman dengannya. Han menyuruhku untuk mengantar jemputmu agar kau ada perasaan padaku, tapi aku menolak dan seperti yang kuharapkan itu tidak terjadi dan hubungan kita jadi runyam. Tapi kau lagi-lagi mendekat karena Han. Harusnya kau sadar bahwa kau mulai ketergantungan padanya.”

“Bukankah baik kalau teman saling ketergantungan.”

“Bukan, pertemanan. Ini lebih seperti perbudakan. Kalau kau bisa pindah, lakukan. Aku tidak memberitahu alamatmu pada Han. Lakukanlah selagi bisa.”

“Bagaimana denganmu?”

“Kau ini beban yang harus kubuang dulu, baru setelah itu aku.”

“Jahatnya.”

“Aku akan bantu cari tempat yang baik untukmu. Aku juga akan bantu bicara padamu orang tuamu mengenai perpindahanmu. Besok, jangan datang lagi karena akan ku urus semua administrasinya. Jangan sampai kau bertemu Han.”

Aku bisa memahami bahwa Jun bersungguh-sungguh mengatakannya, jadi dia benar-benar mengantarku sampai rumah dan bicara pada nenekku mengenai perpindahanku. Dia benar-benar tidak seperti Jun yang kukenal sebelumnya. Ia pun berpamit pulang.

“Sepertinya aku paham kenapa kau membiarkan si tua bangka itu.”

“Demi kebaikan kita. Sampai jumpa.”

Namun, malamnya ada panggilan telepon yang tidak seharusnya aku angkat. Tepat saja yang tidak diharapkan adalah, panggilan telepon dari Han yang bicara bahwa dia di depan rumahku. Bagaimana ia mengetahuinya. Apa yang harus kupercaya adalah Jun? aku bilang pada Han bahwa tidak dapat menemuinya karena akan di marahi oleh nenek.

“Baiklah. Besok kita berangkat bersama.”

Tidak seperti yang kuduga. Aku segera menghubungi Jun dan aku mendapat balasan darinya, sebuah foto Han yang tersenyum diambil di depan rumahku.

Aku tidak tahu kestresan apa yang baru ku mulai, namun ini tidak seperti yang kuharapkan. Apa yang dimaksud dengan Jun sore itu adalah mengada-ada dan hendak mengerjaiku atau hanya ingin bermain-main. Tapi tidakah ini agar berlebihan kalau harus mengada-ada dengan ucapan yang gemetaran di kereta tadi sore. Beberapa detik kemudian, Jun mengirim pesan berupa foto lagi. Aku tahu ini malah akan membuatku sulit untuk tidur jadi aku memutuskan untuk tidak membuka pesannya.


Biasain panggil 'ara'

Seorang manusia yang memiliki sepenggal kalimat untuk mencintai dirinya sendiri

Posting Komentar

Kamu sebaiknya tahu mengenai tata krama umum yang biasa digunakan. Disini saya memiliki bagian hampir semuanya. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan dengan kata yang baik.
Terima kasih telah memenuhi standar untuk berkunjung.

Lebih baru Lebih lama