Kadang aku terpikir bahwa semuanya akan berhenti pada titik dimana yang paling muak akan benar-benar muak dan pergi, yang pergi pun tak pernah mengharapkan perubahan pada apa yang ditinggalkan, karena baginya perubahan adalah kepergiannya. Lalu yang berharap adalah yang memuakkan, karena terlalu berharap akan terjadinya perubahan pada kondisi yang tetap tanpa mau merubahnya.
Beberapa orang membacanya di
bawah pohon yang tingginya rendah, diantara tiupan angin yang hembusannya cukup
kencang, bahkan di bawah sinar rembulan pada gemerlap kegelapan malam. Mereka
membacanya sambil penasaran apa yang sebenarnya terjadi, dan bagi mereka ini
suatu hal yang menarik. Helai demi helai dan bahkan beberapa lembar terlewat
menunggu kejutan dari apa yang membuat mereka makin penasaran. Jadi, ini
mengenai suatu cerita antara Adaline dan Daren. Mereka adalah sepasang remaja
yang tak lagi muda tapi dipusingkan oleh masalah-masalah kehidupan, keduanya
tak saling mengikat hati satu sama lain, mereka bersih kukuh bahwa hubungan
mereka kendati demikian hanya sekedar hubungan antara dua manusia sosial di
muka bumi. Adaline memiliki tunangan dan Daren yang memiliki belasan simpanan.
Mereka berdua bekerja di sebuah instansi pemerintah, namun berbeda penempatan.
Adaline adalah seorang penyelidik kasus di kepolisian atau bisa dibilang
seorang detektif, sedangkan Daren adalah pegawai keuangan di sektor kota metro.
Mereka berteman sejak masa sekolah dan hingga beberapa kasus pembunuhan yang
melibatkan masalah perampokan, perjudian, dan masalah-masalah ilegal seringkali
melibatkan mereka.
3 bulan lalu Adaline bertunangan
dengan Gale, salah seorang perawat di rumah sakit milik daerah. Mereka masih
belum memutuskan untuk tinggal bersama karena Adaline sedang menangani suatu
kasus, bahkan pertunangannya di rahasiakan. Kasus ini ditangani oleh timnya
selama kurang lebih 1 tahun, dan ia memasukkan Daren ke dalam timnya karena
hanya Daren yang dapat mengetahui transaksi-transaksi tersembunyi. Sebulan
kemudian, pelaku tertangkap dan dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Beberapa hari sebelumnya Daren memiliki masalah dengan wanita-wanitanya dan
meminta saran pada Adaline untuk menanganinya. Adaline menyuruhnya berhenti
karena itu malah akan menjadikan Daren sebagai Pria yang buruk.
“Bagiku, usiaku yang sekarang
masih belum bijak untuk menentukannya.”
“Bagiku, seseorang yang bijak
adalah yang tahu apa yang diperbuatnya.”
Daren merasa tersindir dan
memutuskan untuk berhenti membantu Adaline semenjak itu, baginya membantu kasus
ini adalah terakhir ia membantu Adaline. Sebenarnya Daren merasa bersalah atas
apa yang pernah dia perbuat, bukan karena kemauannya pula ia melakukan ini
semua. Akhirnya Daren dan Adaline tak pernah terhubung satu sama lain semenjak
kasusnya selesai.
Sebenarnya ini bukan pertama kali
mereka berbeda pendapat. Sejak sekolah Daren dan Adaline sering terlibat dalam
masalah karena perbedaan pendapat, terkadang Adaline yang menyerah dan
menyetujui pendapat Daren ataupun kebalikannya. Mereka adalah sepasang yang
dapat mengerti satu sama lain dan mampu menoleransi sesuatu yang tak sama pada
diri mereka. Bahkan, banyak dari teman-teman kedunya yang sadar akan hal
tersebut, seperti Cornel dan Daniella. Dan ada banyak yang lainnya. Sekarang
Cornel adalah pemimpin suatu regu militer yang baru saja kembali dari perang,
ia memutuskan untuk datang ke perjamuan makan malam acara reuni sekolah mereka.
Nama Adaline telah dihapus dari daftar sekolah karena pencapaiannya yang harus
menghapus identitas diri, suatu sekolah militer khusus detektif dengan
murid-murid istimewa dan perlakuan yang amat luar biasa. Mungkin kalau di tanda
pengenal pekerjaannya adalah sekedar ibu rumah tangga. Pada perjamuan itu ia
bertemu dengan Daren dan menanyakan ketidakhadiran Adaline. Daren dan Adaline
terkenal seringkali melakukan suatu hal bersama-sama, bahkan dalam hal-hal
kecil sekalipun seperti makan siang dan seperti yang kita ketahui mereka
menyelesaikan suatu kasus negara secara bersama-sama.
“Gadismu itu, tidak terlihat. Apa
kalian sudah menikah?” Tanya cornel di selingi tawa kecil di belakang kepala
Daren setelah meneguk Anggur dan kemudian menyambut kedatangan Elia. “Hai,
Elia. Apa kabarmu?” Elia adalah Wanita idaman di kelasnya dulu, sekarang sudah
menikah dengan seorang bangsawan.
“Kabarnya dia sudah bertunangan.”
Sahut Daren dengan suara yang dingin dan di dengar oleh seluruh penghuni meja.
Elia, Daniella, Eva, Sam, Hedith, dan Jared. “Dengan seseorang, bukan aku.”
“Wah, tragis sekali kalian.”
“Sabar, Daren. Kau adalah Pria
baik, aku yakin kau akan mendapatkan wanita yang lebih baik dari Adaline.”
“Apa aku terlihat sedih menurut
kalian?”
“Tentu.”
Daren bengkit dari duduknya dan
memutuskan untuk pergi dari meja tersebut. Ia pergi ke teras dan memutuskan
untuk merokok, ia agak kesal dan mencoba menelpon Shua. Salah satu wanita yang
sedang dekat dengannya. Namun panggilannya tiba-tiba di tolak. Tak lama
kemudian, Cornel datang dengan mulut yang di sumpal dengan cerutu.
“Bung, cuacanya tampak tidak
bagus sepertinya. Apa yang terjadi?”
“Urusi urusanmu saja, Cornelius.”
“Urusanku sudah selesai. Sekarang
yang menarik itu urusanmu. Selalu saja memiliki urusan baru. Ceritakan saja
seperti biasa, aku dengarkan.”
“Entahlah, Cornelius. Terkadang
aku berpikir dia jauh lebih hebat dariku dan bisa mengetahui apa yang aku
bicarakan denganmu.”
“Apakah itu penting baginya?”
“Kebanyakan wanita selalu ingin
tahu hal-hal seperti itu.”
“Aku pikir Adaline tidak peduli
dengan itu. Mungkin ada suatu hal yang berkaitan padanya, makanya dia ingin
tahu.”
“Dia merahasiakan pertunangannya,
kecuali padaku. Seperti biasa aku membantunya menyelesaikan suatu kasus dan di
pertengahan penyelidikan dia bertunangan dengan salah seorang perawat dari
rumah sakit daerah. Tempat lamamu bertugas, namanya Gale. Aku merasa setelah
dia bertunangan dia lebih sering menceramahiku dengan bait-bait suci yang
dibawanya dari kajian di tempat peribadatannya. Kau tahu sejak dulu aku tidak
se-religius itu sebagai penganut tuhan. Harusnya dia memberiku saran yang dapat
kulakukan dengan mudah. Entahlah, kalau kalian membahasnya aku jadi makin
kesal.”
“Apa kau memikirkan masalahnya?”
“Awalnya tidak. Tapi, aku
berpikir dia yang tidak mengerti kondisiku dan dia mengetahuinya namun tidak
menghubungiku sejak saat itu. Sejak dulu aku yang selalu minta maaf padanya,
sekarang tidak akan.”
“Aku kenal Gale, dia adalah Pria
yang baik dan sopan. Usianya lebih muda setahun dariku, jelas itu 3 tahun lebih
muda dari Adaline. Gale pernah merawatku saat aku terluka di tempat pelatihan,
terserang demam selama 3 hari dan dia menginap di ruang perawatan untuk merawat
para tentara lain yang sakit karena pancaroba.” Perlahan Daren memperhatikan
ucapan Cornelius dan perlahan pula rokoknya mulai habis. Ia tak membakar rokok
baru dan berfokus dengan apa yang di ucapkan Daren. “Beruntung dia bertemu
dengan Adaline. Semoga saja aku dapat bertemu dan mengucapkan selamat pada
mereka.”
“Semoga kau berhasil.”
“Dengar-dengar kau dekat dengan
seorang putri bangsawan.”
“Itu cerita lama. Kau ketinggalan
banyak cerita, Cornelius.”
“Benarkah? Tapi aku yakin kau
sebelumnya pernah dekat dengan Adaline. “
“Banyak orang yang tahu itu,
penjual koran depan kantorku pun tahu sepertinya.”
“Hanya saja kau selalu ragu-ragu
terhadap langkahmu. Apa yang Adaline ucapkan terakhir kali dari pertemuan
kalian?”
“Sampai jumpa dan aku mendengar
ada angin berhembus. Apa kau pikir aku mengingat hal-hal seperti itu? Lagi pula
ini hanya masalah kecil. Akan selesai begitu saja.”
“Kau ingat tidak, saat pertama
kali aku membantunya dalam kasus pembunuhan tuan Sinclair. Aku rela datang
jauh-jauh dari desa di utara ke pengadilan daerah di selatan hanya demi
memberikan sidik jari korban. Harusnya malam itu aku menginap karena hujan
deras sekali, bahkan sungai meluap. Malam itu sebenarnya aku tak langsung
pulang, tapi bermalam di sebuah pondok karena luapan sungai menutupi jalan. Aku
menyatakan perasaanku pada Adaline, namun ia mengatakan bahwa ia memiliki
hubungan denganmu. Mungkin, bukan untukku. Makanya aku memutuskan untuk
berangkat perang dan kembali lalu bertemu denganmu. Hendak mengucapkan selamat
namun, ternyata bukan kau orangnya.”
“Itu sudah lama sekali. Aku
bahkan tidak ingat.”
“Kau memang tidak bijak, Daren.
Kau selalu membantunya tapi kau ragu membahagiakannya, kau orang yang selalu
ragu-ragu.”
“Ini tidak seperti yang kau pikirkan.
Aku ini membantunya, karena..”
“Apa? Tidak ada keberanian karena
kau berada pada keragu-raguanmu. Padahal atas setiap kasus yang ada, tidak ada
bahkan mungkin sama sekali keuntungan yang diberikan pemerintah terhadapmu,
bukan? Bahkan, setahuku kau selalu menerima ancaman-ancaman berupa pengunduran
diri secara terpaksa karena membeberkan identitas nasabah yang seharusnya itu
sangat rahasia. Kita bekerja di tempat yang tidak jauh berbeda, dan aku
mengetahui keragu-raguanmu.”
“Cornelius, seharusnya kau
berpikir keuntungan dari apa yang agak merepotkan bagi kita. Kau tidak melihat
itu.”
“Apa kau salah satu Pria culas,
Daren?”
“Tidak lagi.”
“Benar kataku. Lalu, kenapa bisa
Adaline yang setia bersamamu itu bertunangan dengan Gale? Wah, padahal aku
sudah merelakannya untukmu. Kalau tidak mau, katakan! Biar aku bisa lebih
berusaha.”
“Lagipula, kenapa bisa kau
tertarik pada Wanita seperti Adaline? Sejujurnya dia bisa membawa kita pada
ancaman dan hidup pada ketidak-tenang-an.”
“Apa kau meninggalkannya karena hal
itu?”
“Aku tidak meninggalkannya.”
“Lantas?”
“Aku pernah sekali menyuruhnya
untuk tidak mengikuti tes sekolah tinggi itu. Aku tahu dia pasti lulus dan akan
dihapuskan identitasnya di negara sampai akhir hayatnya. Dia menolak dan tetap
melanjutkan. Aku menyukai ketenaran, sedangkan dia tidak. Dia sangat religius,
sedangkan aku tidak begitu. Pernah aku mencobanya dan kukira tidak akan
sebanding dengannya. Namun, aku berkali-kali bertahan, yah walaupun aku
berulang kali menjadi pria hidung belang. Kau tahu, aku.”
“Apa dia bilang tertarik padamu?”
“Tidak. Dia hanya selalu memuji
apa yang aku lakukan, dia selalu melakukannya dan aku menyukainya.”
“Apa kau yang mengatakannya.”
“Tidak. Kami tidak melakukan hal
itu, hanya bertukar surat dan dia selalu membawakanku makanan dan secangkir
kopi asam sampai sebelum ia bertunangan dengan Gale. Dan aku selalu
mengantarkannya pulang ke asrama bahkan rumah neneknya. Aku hampir sama sekali
tidak pernah menyentuhnya. Sisi bajunya pun tidak.”
“Apa?”
“Kau pasti tidak percaya.”
“Tentu. Karena aku pernah
melihatmu, mungkin tidak hanya aku. Di acara kelulusan sekolah. Aku, kau dan
beberapa junior minum anggur dan aku yang duduk disampingmu jelas-jelas
melihatmu memasukkan tangan Adaline ke saku seragam.”
“Aku tidak ingat.”
“Kau itu tidak dapat dipercaya,
Daren.”
“Sungguh aku tidak ingat itu,
mungkin itu yang pertama dan terakhir. Kau bilang kita minum anggur, kan?”
“Iya. Kita berbincang semalaman
sambil bermain catur.”
“Kau mungkin benar, aku ini pria
culas. Cornelius.”
“Teramat sangat.”
“Seingatku setelah kelulusan aku
dan pacarku pergi jalan-jalan dan aku yakin itu bukan Adaline.”
“Brengsek sekali.”
“Lagi pula itu sudah berlalu.
Adaline pasti mengenal diriku yang kau anggap culas tadi. “
“Beruntung Adaline tidak
benar-benar memilihmu dan beralih pada Gale.”
“Sialan. Hahaha.”
Malam itu Cornelius dan Daren
berbincang banyak hal mulai dari masa lalu mereka dan Cornelius bicara bahwa ia
akan bertunangan dengan seseorang, seorang warga sipil biasa dan ia turut
mengundang Daren untuk datang ke pertunangannya. Daren melihat Cornelius
sebagai Pria yang baik dan pintar, karena Cornelius pandai dalam mengatur
suasana dirinya dan bisa tidak menanam dendam pada orang lain. Daren bahkan
membayangkan kalau ia menjadi Cornelius ia tidak akan pernah menanyakan kabar
Adaline, dan malah merasa beruntung dengan adanya peraturan pengapusan
identitas diri bagi pekerja detektif pemerintahan. Sayangnya, Daren tidak
begitu.
Di akhir perjumpaan mereka,
Cornelius, Daren dan Hedith memutuskan untuk pulang dengan menaiki kereta kuda.
Daren sangat mabuk dan sepanjang perjalanan ia banyak sekali mengigau tentang
nama-nama orang yang tidak membayar pajak tepat waktu, suara Daren terdengar
teramat kesal karena ia harus susah payah membuat surat tagihan tiap bulan
kepada orang-orang yang telat membayar pajak. Hedith tadinya hendak menendang
Daren keluar karena sempat menyebutkan namanya, namun Cornelius menahannya dan
kemudian mereka sampai di kediaman Daren. Rumah lama Daren, mereka pernah
datang saat masa sekolah dulu. Tidak banyak berubah dan tidak lama seorang
binatu datang setelah lonceng pintu berbunyi beberapa kali.
“Hedith, apa kau akan kembali ke
rumah?”
“Entahlah, terlalu larut
sepertinya. Bagaimana denganmu?”
“Mari menginap disini.”
“Baiklah.”
Mereka berdua pun memutuskan
untuk menginap. Daren tidur dikamarnya, sedangkan mereka tidur di kamar tamu.
Binatunya masih sama seperti dulu dan masih mengenal mereka berdua yang
seringkali datang untuk menginap dirumah Daren. Cornelius sempat berbincang
dengan bibi penjaga rumah, menanyakan orang tua Daren yang kini telah tiada.
Ibunya meninggal karena penyakit paru-paru di susul 3 bulan kemudian oleh
ayahnya yang terkenal penyakit penyumbatan darah. Daren jarang sekali berada
dirumah, mungkin hanya beberapa hari dalam sebulan dan hampir tidak pernah
menginap. Dan tepat tahun ini, pertama kali Daren menginap dirumahnya kembali.
Setelah berbincang sebentar Cornelius tidur dengan Hedith di kamar tamu.
Esoknya Daren bangun lebih awal
dan membangunkan kedua temannya itu untuk ikut bergabung sarapan pagi. Di
sarapan pagi mereka, Daren mengatakan bahwa ia sedang mencari pekerjaan baru
yang cocok dengannya. Hedith mengatakan untuk mendaftar ke kedokteran di
perguruan tinggi, karena Hedith tahu bahwa Daren tidak akan sanggup menjalani
pembelajaran ilmu-ilmu kedokteran yang sulit itu dan tidak akan menyindir
mengenai penagihan pajak lagi. Sedangkan, Cornelius hanya bertanya alasan Daren
ingin pindah kerja. Daren bilang ia tidak cocok dengan pekerjaan tersebut dan
akan malah makin bermasalah apabila terlalu lama bekerja disana.
“Mungkin ucapan Hedith benar.
Sekolah kedokteran.” Ucap Cornelius diselingi tawa kecil.
“Sudah kukatakan, biologi itu
cocok denganmu. Teori-teori gila yang katanya itu memang ada hakikatnya akan
kau pelajari disana.” Sahut Hedith kegirangan sambil menegak airnya dengan
semangat.
“Kalian ini teman yang
menyebalkan.”
“Lagipula, pekerjaanmu yang
sekarang menjanjikan. Pendapatanmu sangat besar ketimbang aku dan Hedith.” Cornelius
dan Hedith adalah seorang tentara namun berbeda dalam penempatan. Hedith berada
di bagian administrasi militer, sedangkan Cornelius berada langsung di
lapangan.
“Apa aku bisa mendaftar militer?”
tanya Daren.
“Bukankah fisikmu lemah? Kau
bahkan tidak sanggup berlari mengelilingi rumahmu,kan?” -Hedith.
“Itu fakta. Lalu bagaimana?”
Cornelius yang selesai makan
tiba-tiba angkat bicara. “Apa ada masalah di tempat kerjamu?”
“Setiap pekerja pasti punya
masalah di tempat kerjanya. Tapi ini bukan masalah yang begitu besar. Ini hanya
tidak baik menurutku.”-Daren.
“Kau bisa menjadi guru. Kau
pandai berhitung, bukan?” – Cornelius.
“Tapi dia tidak sabaran.” Sahut
Hedith.
“Berdagang.” - Cornelius.
“Berdagang apa?”
“Menjual omonganmu. Sepertinya
akan sangat laku.” Hedith.
“Berjualan dan sambil menjajakannya
di pusat kota.” Cornelius.
“Aku tidak tahu caranya
berdagang. Keluargaku juga tidak ada yang bergelut di bidang itu.” Daren
“Aku ada kenalan di kota, di
penjual kentang dan gandum. Kau bisa ikut dia untuk sementara waktu di akhir
pekan. Tapi, jangan mengundurkan diri dari pekerjaanmu untuk sementara waktu
sampai kau benar-benar ahli dalam berdagang.” Hedith.
Mendengar itu Daren tertarik dan
memutuskan untuk meminta Hedith untuk dapat menemui kenalannya itu. Akhirnya
mereka membuat janji di setiap hari sabtu, karena setiap hari sabtu Daren libur
dari pekerjaannya. Setelah perjamuan sarapan pagi di rumah Daren, Cornelius dan
Hedith pamit untuk pulang. Sorenya Daren mengirim surat ke Adaline, dan itu
adalah surat terakhir yang dikirim Daren untuk Adaline. Seminggu kemudian
Adaline menerimanya dari Gale. Ia membaca surat yang dikirim Daren yang isinya,
“Dear temanku, Adaline.
Semoga kebaikan senantiasa menyertaimu.
Semalam aku bertemu Cornelius dan Hedith. Mereka menginap dirumahku dan
berbicara cukup banyak. Teman-teman menanyakanmu, karena namamu telah terhapus
dari daftar alumni sekolah. Mereka banyak menitip salam padamu. Elia, Daniella,
Eva, Sam, Hedith, Jared dan banyak yang lain. Mereka berharap kau hadir, namun
sudah kukatakan yang kau bilang padaku. Cornelius sudah ceritakan padaku
tentangmu dahulu. Terima kasih sudah menjaga perasaanku saat itu. Kau sangat
baik Adaline.
Hari kamis jam 7 malam kalau ada senggang mari bertemu di toko
kelontong langgananmu. Namun, kalau berhalangan aku akan menitipkan surat pada
pemilik toko.
Aku tidak pernah sekalipun marah padamu. Aku menyayangimu. Maaf baru
memberitahunya sekarang. Aku harap kau memaafkanku.
Tertanda,
Daren Hidalgo.”
Daren tidak pernah menemui
Adaline semenjak itu, karena pada hari kamis Adaline tidak kunjung datang.
Bahkan Daren menunggunya sampai pukul 2 pagi dan menitipkan surat pada pemilik
toko kelontong, namun surat itu tidak pernah di ambil oleh Adaline.
98 hari setelahnya, Daren
mengundurkan diri dari tempatnya bekerja dan pamit kepada kakaknya untuk tidak
kembali dalam beberapa waktu karena akan memulai berdagang di daerah Barat. Ia
memulai bisnis pertamanya dengan bantuan Hedith yang sedang di pindahkan tugas
di daerah Barat. Daren memulai bisnisnya dengan menjual kain, bisnisnya berkembang
sangat baik. Berbulan-bulan setelahnya, Daren memutuskan untuk pindah bersamaan
dengan Hedith yang kembali bertugas di tempatnya semula. Daren memulai bisnis
baru dengan menjadi penjahit. Namun, sayangnya karirnya sebagai penjahit tidak
begitu baik karena di desa tempat tinggalnya sekarang pembuatan pakaian kurang
diminati. Daren pun mencoba membantu seorang petani dan mendapatkan upah dari
petani kentang tersebut, walaupun tidak sebesar pendapatannya saat menjadi
penjual kain. Daren masih menggeluti rutinitasnya di masa lalu seperti menggoda
wanita dan merokok, karena pendapatannya rendah dan pekerjaannya melibatkan
fisik ia mulai mengurangi rokoknya. Daren dekat dengan salah seorang Wanita
yaitu anak kepala Desa, Rositta namanya. Ia juga mendapatkan keuntungan dari
kebiasaannya itu.
Hingga suatu malam Cornelius
datang dengan Adaline. Malam itu hujan deras sekali, Daren yang sedang tertidur
di tempat tidurnya terbangun dengan kedatangan Cornelius dan Adaline. Ini
sungguh mengejutkan. Tapi, tidak seharusnya mengejutkan ini karena Daren
mengetahui kemampuan Adaline yang dapat melacak seseorang yang sudah mati
dilautan sekalipun. Cornelius terlihat begitu gagah dengan seragam militernya
dan Adaline senantiasa begitu anggun dengan pakaian apapun, bahkan hanya sebuah
kemeja putih kekuningan dan celana hitam kebesaran. Rambutnya kini sudah
dipotong pendek sebahu. Begitu cantik dan tidak berubah sama sekali sejak
pertemuan terakhir mereka.
“Maaf mengganggumu malam-malam.”
Cornelius dengan sepatu kulitnya itu langsung masuk ke dalam dan segera menutup
payungnya. Di ikuti Adaline yang mengekor di belakang badan besar Cornelius.
“Apa kau baru saja bangun dari tidur?”
Daren masih setengah terkejut di
wajahnya yang mengantuk. “Yah. Aku selalu tidur tepat waktu. Sebelum jam 10.
Karena aku harus bangun pagi-pagi sekali untuk pergi ke ladang. Hai, Adaline.
Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?”
Adaline tak mampu melihat ke arah
wajah Daren. Sangat jelas sekali Daren berubah dari pertemuan terakhir mereka,
kini tubuhnya semakin kurus dan wajahnya terlihat lebih tua dari usianya.
Tampak jambang diantara kedua sisi pelipisnya, rambutnya yang keriting tampak
terlihat tidak terurus dan pakaiannya juga tidak sebersih dahulu. Tidak
menampakan seorang pendidikan yang kaya raya, karena Daren berasal dari
keluarga yang cukup terpandang bahkan menempuh pendidikan di perguruan tinggi
jurusan keuangan. Ia seharusnya bisa lebih baik dari ini.
“Seperti yang kau lihat, aku
tampak baik.” Sahut Adaline dengan berusaha tersenyum, walau wajahnya tampak
masam dan tak ingin melihat kondisi Daren.
Daren yang dahulu adalah Pria
tampan dan dikagumi oleh banyak orang. Selalu tampak bersinar dan pakaiannya
selalu terlihat rapih. Cornelius yang melihat kondisi Daren juga miris
melihatnya. Daren yang dikenalnya adalah seorang Pria resik dan manja, bahkan
berkebalikan dari apa yang dilihatnya.
“Silahkan duduk. Silahkan
beristirahat, aku akan ambilkan sesuatu.”
Daren menyuguhkan seteko air dan
roti gandum pada Cornelius dan Adaline.
“Jadi bagaimana kau dengan Gale?”
“Aku sudah memiliki anak
laki-laki. Ruel namanya.”
“Senang mendengarnya. Terakhir
aku bertemu dengan Cornelius, dia bilang ingin mengucapkan selamat pada
pertunanganmu dengan Gale. Apa kau sudah mengucapkannya?”
“Tentu.” -Cornelius
“Syukurlah.”
Daren terdiam diikuti dengan
keduanya yang kini hanya saling memandang satu sama lain. Hanya suara air hujan
yang turun begitu deras memenuhi ruangan itu. Pandangan Daren tak berarah dan
ia mulai mengkhawatirkan sesuatu. Adaline yang menyadari ekspresi Daren itu pun
mulai bicara.
“Saat kau mengirim surat padaku,
aku tidak pernah membacanya. Gale yang lakukan itu, dia bahkan datang ke toko
kelontong untuk mengambil suratnya. Dan baru memberitahuku saat setelah aku
melahirkan. Aku tidak tahu kau yang lakukan itu.”
“Adaline menemui Hedith setelah
itu dan mengutusku untuk menemaninya. Ia bahkan memberikan alamat kau tinggal,
namun setelah kami sampai disana kau sudah pindah. Kau tinggal berpindah-pindah
dan hingga beberapa bulan Gale memberikan surat itu pada kami. Akhirnya kami
memutuskan untuk kemari.”
“Seharusnya kita bertemu malam
itu, namun kau tidak hadir. Sayang sekali.”
“…”
“Aku tidak pernah melarikan diri.
Hanya saja kau yang tidak pernah mau menerima suratku. Kau pasti sudah dengar
langsung dari Cornelius, tentang apa yang kukatakan padanya. Aku sudah jauh
kemari dan tidak ada hukum yang berlaku di wilayah yang berbeda aturan.
Akhirnya Cornelius bertemu dengan cinta pertamanya dan itu yang di harapkannya
selama ini.”
“Aku tidak bilang begitu, Culas!”
“Malam itu, kalau kau tidak
menarikku dari Hedith karena membicarakan soal pajak pasti aku sudah jadi
gelandangan. Kau menarikku karena aku mengingat ucapanmu yang ingin mengatakan
selamat pada Adaline.”
“Katakan sekali lagi! Brengsek!”
“Berhenti, Cornelius!”
“Bahkan setelah kau menikah dan
mempunyai anak pun kau masih selalu ingin melindunginya, bukan?!”
“Terserah apa yang kau ucapkan!
Daren, besok pagi kau harus ikut kami atas perbuatanmu.”
“Perbuatanku? Hei, nona Adaline
sayangku. Kau yang selalu memintaku untuk membantumu dalam semua rencanamu yang
mengganggu waktu-waktu tidurku. Dan sekarang kau ingin mengadiliku dengan
aturan yang tidak berlaku disini.” “Kau yang bilang padaku untuk menjebak
orang-orang itu dengan mengiriminya surat tagihan. Kau yang memohon padaku!”
“Cornelius, bisa kau berpura-pura
tidak mendengar ini?”
“Tentu.”
“Sekarang temanku bahkan adalah
kaki tanganmu, juga? Jadi siapa yang brengsek?”
“Apa kau pernah mencintai
seseorang dengan amat sangat, dan bahkan berusaha untuk melihat celah padanya.
Berusaha menutupi penggelapan uang-uang dan menutupi pungutan-pungutan itu.
Tapi kau bersih kukuh untuk memenjarakan orang tersebut atau kau akan
mengundurkan diri. Aku melakukannya untukmu. “
“Sekarang kau bilang yang seakan
kau melindungiku. “
“Ini alasan kenapa aku
meninggalkanmu.”
“Dengarkan, Cornelius. Dia yang
meninggalkanku, bukan sebaliknya.”
“Kau harus dihukum, Daren.” Ucap
tegas Cornelius dengan wajahnya yang lelah dibasahi oleh air.
Daren terdiam, ia hanya mampu
melihat ke arah kedua orang dihadapannya secara bergantian. Sudah sejauh ini ia
pergi dan
Cornelius menyodorkannya secarik
kertas, dimana itu adalah sebuah surat yang ia titipkan pada sebuah toko
kelontong untuk Adaline. Wajahnya tak percaya melihat surat tersebut yang masih
terlipas begitu rapi. Daren membukanya, dan ia ingat betul bentuk tulisannya
dahulu. Namun, ia terpaksa merubah bentuk tulis tangannya dan merubah tanda
tangannya.
“Teruntuk Nona Muda Adaline,
Aku mencari pekerjaan baru dan Hedith menawarkan untuk berdagang. Aku
ada rencana untuk tinggal di kota terasingkan di Barat, aku yakin disana akan
tampak lebih baik dari disini.
“Catatan palsu pembayaran pajak,
“Itu semua karenamu. Aku
melakukannya karenamu. Kedua orang tuaku telah tiada pun yang selalu ke
prioritaskan adalah kau, Adaline. Bahkan setelah kau bilang padaku, kau sedang
dekat dengan Gale aku tidak pernah merasakan penyesalanku.”
“Tidak ada hubungannya dengan
Gale.”
“Selama itu, sebanyak itu, bahkan
kau tidak mengatakannya padaku.”
“Daren, semua yang telah kau
perbuat harus diadili. Kasus penggelapan pajak itu harus kau selesaikan.”
“