Wina dan Teman Saya

Setelah membuat keputusan saat itu saya merasa telah mengecewakan seseorang. Saya melihat pesan yang terakhir saya kirim di grup. Tidak satu pun penghuni grup chat itu merespon, tapi hanya satu orang yang tiba-tiba menelepon saya hari itu juga. Menangis sesenggukan setelah membaca pesan yang saya sampaikan di grup chat. Saya merasa begitu bersalah. Saya hanya bisa menyampaikan kalimat-kalimat penenang dan membuat janji untuk menghabiskan waktu bersama nanti. Lagi-lagi dia memohon pada saya untuk tidak pergi dan tetap menjadi rekan kerjanya. Lagi-lagi saya menyampaikan kalimat-kalimat penenang, berkata "Mas Aji dan Mas Jingga masih disana, kok. Nanti saya akan sering-sering menghubungi kamu dan berkunjung kesana sesekali."

Ia menangis sejadi-jadinya dan membuat saya malah semakin bersalah. Saya hanya bisa bersandar pada dinding ruangan yang sepi, menunggu tangisnya reda. Di sisi lain saya mendengar suara di sebrang panggilan sana tengah tertawa cekikikan dan ada beberapa suara yang menenangkan teman saya yang masih menangis. 

"Dia tidak mati, kok! Dia hanya pindah. Sudahlah, ini sudah sore."


"Jingga! Jingga!" Panggil saya pada seseorang di sebrang panggilan telepon.


"Iya?"


"Kereta saya sampai 5 menit lagi. Maaf kalau panggilannya saya putus."


"Hati-hati. Nanti akan saya hubungi lagi."


Begitulah akhir dari percakapan kami di sambungan telepon kantor. Saya masih terbayang suara Wina yang menangis tadi. Saya pun berpikir untuk mengajaknya jalan-jalan akhir bulan ini. Ketika gaji saya serta tunjangan saya turun, saya akan langsung mengajaknya pergi jalan-jalan dan makan makanan enak. Mengingat akhir bulan nanti dana asuransi saya juga sudah cair. Saya sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi Wina nanti seperti apa. Mungkin kita akan kepalang canggung bukan main. Kita jarang sekali bicara berdua, namun saya sering sekali menyuruhnya untuk datang hanya untuk sekedar menemani saya bertemu dengan klien. Dia juga anak yang penurut kalau saya suruh, pernah suatu hari saya menyuruhnya untuk membelikan saya pembalut. Tapi, saya hanya menyuruh Wina dari banyaknya pegawai wanita di kantor itu. Karena menurut saya Wina tidak banyak cakap ketika saya ajak kemana pun. Walaupun dia seringkali mengeluh mengenai pekerjaannya yang menurut saya mudah, saya selalu mencoba membantu dan memahami kondisinya. Berbeda dengan Jingga. Dari banyaknya pegawai pria di kantor, saya cukup dekat dengan Jingga. Mungkin dia salah satu pegawai yang tahan dengan sikap saya yang semaunya dan gemar sekali meluapkan amarah kepada rekan kerja pria ketimbang wanita. Jingga juga tidak keberatan jika saya minta tolong untuk titip belanjaan barang-barang kewanitaan ketika lembur kerja. Dia bahkan tidak keberatan jika bersama saya dengan mode hening seharian. 

Akhirnya saya dan Wina memutuskan untuk bertemu. Wina menjemput saya di stasiun. Saya senang sekali bertemu dengannya, kami sampai cipika-cipiki dan berpelukan untuk beberapa sekon sehingga menjadi bahan tontonan oleh orang-orang. Selama perjalanan Wina banyak bicara mengenai kekhawatirannya mengenai hari-harinya tanpa saya. Dia bicara seperti sudah melakukannya dan memberikan komentar serta akan berperilaku seperti apa nantinya. Saya hanya bisa tertawa karena belum pernah melihatnya banyak bicara selama ini. Saya telah reservasi di sebuah restoran jepang, sebenarnya saya tidak tahu makanan apa yang disajikan oleh restoran itu. Saya asal reservasi begitu saja dan berharap Wina menyukainya.

"Kenapa tidak mengajak mas Jingga?"

"Kalau dengannya, naluri saya untuk mengomel selalu timbul."

"Mba, ini bisa saja!"

Lantas saya langsung terpikir kenapa saya tidak mengikut sertakan Jingga ya? Padahal saya dengannya bekerja sudah lebih lama ketimbang dengan Wina. Saya langsung terpikir untuk menghubunginya nanti dan membuat jadwal untuk pergi bersamanya.

Saat kami makan tidak ada topik pembicaraan yang begitu menarik. Saya memang jarang atau bahkan hampir tidak pernah bicara omong kosong dengan Wina, kami hanya membicarakan sesuatu yang bertemakan pekerjaan. Selama makan saya selalu berusaha bicara untuk mengisi kekosongan diantara meja yang luas ini. Saya bertanya mengenai pendapatnya terhadap ketampanan umum yang dimiliki oleh kepala divisi marketing yang diagungkan oleh para kaum hawa. Wina hanya menjawab secukupnya dan bilang kalau bapak kepala divisi marketing memang tampan tapi selalu banyak bicara hal-hal serius. Kemudian saya bertanya mengenai pegawai yang menurutnya menarik. Dia cukup lama untuk memberikan sebuah jawaban dan memberikan sebuah opsi pada saya bahwa pegawai yang masuk bersamanya cukup menarik namun cukup untuk sekedar berteman, lalu dia bilang bahwa bapak manajer keuangan yang hobinya marah-marah itu kalau diam akan tampak menggoda. Kemudian kami lagi-lagi dihantam keheningan. Saya kira menjadikan pembicaraan pria akan menjadi topik yang menyenangkan, ternyata tidak selamanya begitu.

"Apa kamu tidak suka makanannya?"

"Suka kok, mba. Enak banget malah. Baru pertama kali saya kesini, jadi agak aneh."

"Saya juga baru pertama kali kesini. Kalau ada makanan yang ingin kamu pesan. Pesan aja. Saya sudah janji traktir kamu."

"Ini saja sudah cukup."

"Di kantor, saya merasa begitu dekat dengan kamu. Namun, kalau diluar begini saya merasa seperti baru kenal dengan kamu. Apa boleh berkenalan lagi?" Canda saya untuk mencoba merubah raut wajahnya yang canggung itu. "Saya memang kolot. Maaf, kalau terlalu kolot begini. Anggap saja kalau kita teman dekat."

"Mba, sebenarnya kita memang dekat untuk sekedar ditempat kerja. Terimakasih banyak sudah menjadi rekan kerja yang baik untuk saya. Saya senang atas jamuannya. Saya juga berterima kasih sudah menjadikan saya sebagai teman untuk mba. Saya minta maaf kalau selama saya bekerja selalu merepotkan, mba."

Saya terdiam mendengar kalimatnya yang cukup panjang itu. Saya meletakkan sendok saya di pinggir mangkuk. Kemudian melihat ke arahnya. "Terimakasihnya cukup. Saya juga sama-sama. Saya juga minta maaf kalau selalu ketergantungan sama kamu. Lalu tiba-tiba memutuskan pindah tanpa berkabar dulu."

Setelah itu kami mulai banyak bicara mengenai orang-orang di kantor dan beberapa klien yang iseng menghubungi kami setelah melakukan pertemuan. Ternyata ada sisi yang sama pada diri kami sehingga hal tersebut membuat kami merasa nyaman untuk bicara. 

Setelah makan kami memutuskan untuk sekedar berjalan-jalan sambil memperhatikan langit malam dan keramaian yang dibuat oleh banyak orang di lalu lintas jalanan. Saya sempat berpikir bagaimana kalau saat itu Wina tidak bekerja di kantor tempat saya bekerja. Mungkin saat ini saya hanya dirumah makan berdua dengan nenek saya, atau mungkin Jingga dan Aji mengajak saya ke kafe untuk sekedar minum kopi untuk perpisahan. Namun, sepertinya hal itu tidak akan terjadi karena saya tidak begitu dekat dengan mereka. Saya hanya akan makan dengan nenek saya dirumah seperti biasa. Nenek saya tidak biasa untuk diajak jalan keluar karena sudah sulit untuk sekedar naik kendaraan. Jadi, saya hanya akan pesan makanan dan makan dirumah.

Di destinasi akhir, kami memutuskan untuk datang ke store kosmetik. Bukan store yang mewah atau terkenal, store kosmetik dekat dengan stasiun dan cukup besar dan luas. Terdapat banyak produk yang boleh di coba sehingga saya selalu senang datang kesini. Ketika saya sedang memilih sebuah pewarna bibir, saya melihat Wina yang sedang memperhatikan salah satu rak alas bedak. Rupanya produk dari brand kosmetik terkenal.

"Kamu mau itu? Ambil saja. Nanti saya yang bayar." Ucap saya yang ikut berjongkok di sampingnya.

"Tidak, mba. Terimakasih."

"Tidak apa-apa. Anggap saja hadiah. Pilih yang kamu suka, silahkan."

"Serius, mba. Tidak. Terimakasih." Tolaknya.

Kemudian ia lantas bangkit dan berjalan meninggalkan rak. Saya pun kembali untuk memilih pewarna bibir dan bedak. Sebenarnya saya ingin sekali membelikannya, namun saya tidak tahu apa yang cocok dengan warna kulitnya. Saya dengannya juga punya selera pewarna bibir yang berbeda. Setelah membeli kosmetik dia mengantar saya sampai stasiun dan kemudian memberikan salam perpisahan. Kemudian kami berpisah.

Melihat sikap Wina mengingatkan saya terhadap teman saya di masa saya sekolah dahulu. Saat itu saya punya teman, tidak terlalu dekat. Namun, kami setiap hari bertemu dan bicara. Saat itu saya meminta tolong padanya untuk diantar ke suatu tempat. Namun, tempat yang ingin kami kunjungi ternyata tutup. Akhirnya saya memutuskan untuk mengajaknya makan di sebuah mini market dekat terminal (jaraknya cukup dekat dengan rumah saya juga). Saya mentraktirnya makan camilan murahan dan minuman dingin. Kemudian kami duduk di kursi luar, cukup panas karena saat itu tengah hari. Saya pikir cukup untuk sekedar menemani kami bicara. Tiba-tiba dia meminta uang pada saya untuk membeli rokok. Saya pun memberinya uang sisa kembalian dari beli camilan dan air dingin tadi. Dia pergi sendiri untuk beli rokok dan kembali duduk di samping saya. Dia mencari-cari topik pembicaraan dari mulai anak laki-laki yang kita sukai, teman-teman di sekolah, guru-guru menyebalkan sampai beberapa senior yang bisa ajak berteman dan tidak. Dia bahkan bilang pada saya bahwa ada teman kelasnya yang menyimpan foto saya. Saya sedikit tidak percaya dan pura-pura ingin tahu dan sedikit terkejut. Sejam kemudian saat matahari masih terik-teriknya saya berkata padanya ingin lekas pulang. Dia pun mengiyakan dan mematikan rokoknya. Saya menunggunya untuk sampai mendapat angkutan umum. Ketika sedang menunggu dia meminta uang pada saya untuk ongkosnya pulang, lalu saya berikan uang padanya. Tidak lama angkutan umum datang.

"Ngomong-ngomong terimakasih traktirannya." Angkutan umum pun membawanya pergi. Saya pun berjalan kaki menuju rumah saya. Hari itu saya merasa rugi dan hanya bisa menghela napas. Namun, ketika bersama Wina saya merasa sangat senang dan ingin sekali menghabiskan waktu berdua dikemudian hari. Bahkan saya menyayangkan tidak memberinya sesuatu saat itu. Saya berharap suatu kali nanti, ketika kami bisa pergi ke suatu tempat berdua lagi saya ingin memberikannya sesuatu yang ia idamkan.

Biasain panggil 'ara'

Seorang manusia yang memiliki sepenggal kalimat untuk mencintai dirinya sendiri

Posting Komentar

Kamu sebaiknya tahu mengenai tata krama umum yang biasa digunakan. Disini saya memiliki bagian hampir semuanya. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan dengan kata yang baik.
Terima kasih telah memenuhi standar untuk berkunjung.

Lebih baru Lebih lama