Afeksi yang Kala Pancaroba

Besar sungai tak pernah lebih besar dari luas samudra yang memiliki banyak ribuan ikan-ikan di dalamnya. Tapi arus sungai bisa menjadi saingan bagi samudra yang seenaknya mengatur derasnya badai.

Kamu tahu, kepalaku yang kecil ini sudah dianggap dunia yang besarnya bak semesta yang tak terlihat pernah terbuka dan kata memang tidak ada isinya. Di kala matamu terbuka pada waktu yang entah kapan dan melihat ke sekitar, membiaskan suatu pandangan pada ribuan cahaya terhampar yang entah dari surga yang mana. Namun, wajahmu yang kusam dan lusuh itu juga menampakan sinar diantara pada lalu lalang kehidupan yang memberiku sedikit penghiburan dari penatnya alur kehidupan yang kamu lalui dengan monoton. Sekiranya kantukmu tak lagi mampu tertahan, atau mungkin lelahmu itu beradu dengan keseimbangan kesadaran yang tak lagi kokoh membendung itu secara berlebihan dan senantiasa menjadi bagian yang kekal dari dirimu. Tidak hanya sekedar itu, ada lagi hal-hal yang berhasil melusuhkan rajut wajahmu yang hari demi hari tampak terpatri menua dengan lekukan persimpangan di dahi seakan menampakkan diri yang tak lagi terurus.

Entah apa yang dicari-cari dari segunung hal-hal ribet yang tidak memberikan imbas kebaikan pada dirimu, tapi dirimu malah lebih memilih pusing ketimbang sibuk dengan hal-hal yang jauh lebih menyenangkan. Apa yang sebenarnya menjadi pilihanmu itu terkadang tidak sepatutnya kamu lakukan, tapi tidak pula demikian. Kamu begitu, karena kamu memilih jalanmu dan itu karena maumu dan dengan senang hati kamu rela merasa keberatan dengan tempo yang berulang. Hiburannya adalah rasa penat yang berkepanjangan dan kehilangan berat badan.

Terkadang aku iri terhadap orang-orang yang berhasil membangkitkan suara lengkingan tawamu yang mengerikan itu.

Aku ingin menjadi seniman atas kebahagiaanmu; termasuk senyummu, bahkan tawa nyaringmu yang selalu dibuat melengking terhadap hal-hal yang tak mampu aku pahami dengan akal sehatku. Aku ingin menjadi seniman yang membuat karya-karya ekspresi pada raut wajahmu. Tidak selamnya begitu.

Namun, aku ingin benar-benar menjadi tokoh utama dari seribu satu pujaan yang kau damba. Tapi aku malah menjadi cameo dari kesekian yang meramaikan kebutuhan sosial si peran utama. Aku iri bagaimana kamu memuji seseorang yang berhasil menyentuh gairahmu.

Tapi disaat bersanding denganku, kamu selalu memberikan sekat yang berbeda dan tebal sekali. Kamu sampai harus mengganti sekatnya dan menyesuikan tempatnya. Menyesuaikan tempo bicarnya, dan kupikir ini bukan sekat, melainkan lintasan yang luas dengan dinding yang menjadi perbatasan diantara kita berdua. Dan kehidupan kita sekedar hubungan seperti kebanyakan orang yang menyelami kehidupan yang kelabu.

Kamu bilang diantara cerita-ceritamu yang memusingkan itu, ada diriku yang mampu memahami betapa sulitnya alur dari ceritamu. Karena hal itu dilakukan untuk melonggarkan kesesakkan yang ada dalam kepalamu yang kecil. Seketika keharusan itu yang membuatku bingung terus-terusan.

Kamu menangis di pundak yang lain, kamu terbaring di lantai yang berbeda setiap harinya, kamu bahkan menyesap air dari gelas yang tak sama, kamu juga mendekatkan telinga pada bibir yang lain, memetik kasih dari seribu satu orang yang membutuhkanmu dan sebenarnya kamu bisa berpusing dan menceritakan isi kepalamu yang kompleks itu kepada orang lain selain dari aku. Tapi anehnya, candamu tak pernah sampai pada telingaku.

Jadi, kupikir hadirku hanya sekedar meramaikan suasana yang sebenarnya sudah jauh lebih sesak berbulan-bulan yang lalu, tanpaku sekiranya itu akan baik-baik saja untuk di waktu berikutnya.

Kamu bahkan tetap menjadi yang mampu mengatasi semua masalah yang menggerogoti seperti kanker di setiap alur yang berjalan, tapi aku akan merasa terpojok dengan semua asumsi yang memuakan ini. Kukira aku dapat sedikit merasakan kepenatan yang kau rasakan, nyatanya tidak begitu. Aku seperti benalu yang limpung pada kanker yang menyeruak menyakitimu.

Dan kini aku tak berharap apapun kepada hal yang tidak ada itu.

Berpikir pun aku sulit, menceritakan sesuatu kepada orang lain rasanya apakah sebersalah ini?

Aku tidak tahu ketakutanku ini nantinya akan selalu bergantung padamu sebenarnya betulan atau hanya sekadar ada menyesuaikan suasana yang ada.

Tapi, kamu selalu berhasil menolong orang lain, kecuali diriku yang sejujurnya ingin menggapai sedikit cahayamu yang seperti diagungkan itu. Sedikit pun aku tak pernah merasa terberkahi oleh itu.

Lukaku yang basah lalu kini meninggalkan bekas yang perlahan hanya meninggalkan sebuah cerita. Aku selalu mencari sesuatu yang sebenarnya tidak dapat ditemukan. Karena sebenarnya tidak perlu untuk dicari.

Tapi kebusukanku adalah mencari kesalahan orang lain terhadap apa yang aku lakukan untuk terikat pada orang tersebut. Tidak ada yang terikat dengan siapapun, aku hanya mengada-ada. Karena aku sebenarnya hanya kebingungan menghadapi semuanya sehingga menelantarkan semuanya dan menjadi pengkhianat. Aku tidak benar-benar adalah orang yang bertanggung jawab.  Orang-orang salah menilaiku demikian. Begitupun dengan kamu yang memilihku mengemban kepercayaan tersebut, karena aku akan ....

Aku kehilangan, namun candaanmu itu membuatku berpikir bahwa siap untuk menjadi hadir kembali dari kehilanganku. Namun, itu sekedar candaan.

Aku bingung harus menatap siapa

Aku bingung harus menyebutkan nama siapa

Aku pun bingung harus kepada siapa

Aku tidak bisa kepadamu

Karena kupikir semua ikatan yang kamu jalin dengan banyak orang itu akan menyulitkanku untuk tergabung disana

Ini pertama kalinya menggandeng orang lain selain dari orang-orang yang pernah kutandai. Kupikir aku percaya, namun pada akhirnya tidak sama sekali. Seperti kembali ke masa lalu. Tidak seharusnya mengharapkan sesuatu yang membuatku berekspetasi menjadi amat bahagia di masa mendatang.

Aku duduk sendiri lagi, tidak melihat ke arah manapun. Dan dari cahaya itu aku tak mampu melihatnya, karena kesendirianku ini tak akan ada yang mampu melihat diantara kegelapan tanpa penerangan dalam genggaman. Aku ingin sekali-kali khawatirmu itu benar-benar tulus ada tersampaikan padaku, namun tidak benar-benar ada waktu sedikit pun yang tersisa untuk bisa tersisih padaku.

Ini kembali lagi pada masa kekosongan dulu. Aku berusaha bahwa aku baik-baik saja oleh semua pikiran yang tidak seharusnya dipikirkan ini

Biasain panggil 'ara'

Seorang manusia yang memiliki sepenggal kalimat untuk mencintai dirinya sendiri

Posting Komentar

Kamu sebaiknya tahu mengenai tata krama umum yang biasa digunakan. Disini saya memiliki bagian hampir semuanya. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan dengan kata yang baik.
Terima kasih telah memenuhi standar untuk berkunjung.

Lebih baru Lebih lama