Danara ingin sekali-kali merasa dunia yang ia hinggapi saat ini tidak seberisik isi kepalanya yang begitu sesak dengan ribuan macam kata tak tertata. Sebenarnya tidak ada yang harus dipikirkan sejauh itu, yang barusan terjadi hanya sebuah gurauan dan perlu ditertawakan.
Namun, Danara tertawa juga. Kemudian disaat dunianya kembali sepi. Dirinya lagi-lagi bingung, semua asumsi-asumsi dari tiap kalimat itu lantas hadir begitu saja dari dalam kepalanya. Semua kalimat itu terbentuk begitu saja, kemudian ia berusaha untuk tidak mempercayai isi kepalanya yang baginya sendiri seharusnya tidak benar begitu. Hatinya terasa tersayat begitu ia menyadari bahwa isi kepalanya sendiri ia tidak bisa pahami dan ia tidak tahu harus bagaimana untuk mempermudah semua yang terjadi.
Harusnya, kejadian barusan hanya perlu teringat dalam ingatan memori pendek kemudian di respon dengan bentuk emosi. Danara tidak begitu. Isi kepalanya ruwet sekali. Migrain adalah rutinitasnya. Dia memerlukan teman untuk diajak bicara dan memenuhi semua pikiran-pikiran yang tidak seharunya bertengger disana.
Hari ini Danara bertemu dengan Elsen, teman semasa sekolah menengahnya. Elsen merupakan orang dengan kepribadian yang banyak cakap dan mudah bergaul. Bagi Danara, Elsen merupakan obat sementara untuk kondisinya sekarang. Semua cerita yang di sampaikan Elsen berhasil membuat Danara mengalihkan isi pikirannya. Elsen juga mengajak Danara untuk saling bertukar cerita semasa lampau. Elsen begitu paham mengetahui kondisi Danara sejak dulu, maka dari itu Elsen mencoba menjadi pribadi yang lebih dominan untuk dapat mengatur alur pembicaraan mereka. Emosi Danara lantas menjadi stabil dengan dengan melakukan interaksi kecil seperti pembicaraan dua arah dengan mengangkat topik senda gurau dan cerita-cerita untuk membangun ingatan menyenangkan dari Danara. Mereka bahkan menyempatkan untuk pergi ke sebuah kafe dan membeli sebuah makanan di pinggir jalan. Elsen juga melakukan sebuah komunikasi dengan Danara, melakukan penilaian terhadap apa yang dirasakan oleh Elsen terhadap minuman yang dipesan. Rasanya tidak enak bagi Elsen dan penilaian itu dilakukan dengan jujur dan percobaan beberapa kali. Danara memesan minuman yang cukup enak dan mengikuti apa yang Elsen lakukan, yaitu melakukan penilaian terhadap apa yang dirasakan oleh Danara. Ia menyukainya begitu pun dengan Elsen.
Kemudian, saat mereka mencoba mencicipi camilan pinggir jalan. Elsen membeli sebuah kacang goreng rasa rumput laut, ia juga membelikannya untuk Danara. Namun, Danara kurang menyukainya sehingga ia hanya sekedar mencicipi kacang tersebut. Elsen memperhatikan hal tersebut, bagaimana Danara memberikan penilaian terhadap apa yang dirasakan ternyata berbeda dengan yang dirinya nilai.
Danara mulai merasaka jauh lebih baik. Elsen juga senang karena dirinya juga menantikan momen untuk bertemu dengan Danara. Perjumpaan mereka berakhir.