Seorang Pembunuh

Ada cerita masa lalu. Cerita sebuah keluarga dengan ayah, ibu, dan anak laki-lakinya. Suatu ketika anak-laki-lakinya sudah dewasa dan hidup selayaknya manusia dewasa lainnya, seperti berkuliah, bekerja sambilan, bergaul dengan teman seusianya, mengikuti wajib militer, dan hal-hal lainnya. Anak itu cukup dikenal di lingkungan sekitar rumahnya, beberapa polisi, tetangga, dan orang yang tinggal di rumah sewa mengenalnya dengan baik. Orang-orang selalu saja terpikat dengan penampilannya yang rupawan, dengan tata tata kramanya, dan orang-orang seusianya menganggap dirinya memilki kepribadian yang menyenangkan. Di usianya yang terbilang masih cukup muda untuk memilki mobil dan rumah bertingkat satu dan basement di sebuah perumahan. Penampilannya pun bak seperti idol, warna rambutnya di cat, tubuhnya atletis dengan tinggi semampai yang banyak kaum hawa idamkan, menindik telinganya dan mengaitkan sebuah anting-anting dari emas dan perak. Semua itu tentu bukan berasa dari semata-mata ia bekerja sambilan, seseorang telah mewarisi kepadanya. Terdengar itu merupakan anugerah luar biasa untuk diterimanya di usianya sekarang. Orang-orang terpikat dengan kekayaannya itu, tidak hanya itu, penampilannya yang rupawan dan semua yang melekat pada dirinya berhasil membangun persepsi orang -orang kepada dirinya, bahwa dirinya adalah orang yang baik.

Tapi, di awal tertulis ada cerita masa lalu. Tepat sekali. Cerita yang sebenarnya tak selaras dengan laki-laki ini. Cerita ini berawal dari sepasang suami istri yang di karuniai bayi laki-laki. Si ayah tampak menyayangi putranya tersebut, begitu pun ibunya. Kasih sayang tak pernah luput dari anak laki-laki tersebut. Hingga dewasa kemudian, ketika kasih itu sulit sekali di mengerti apa maksudnya, anak laki-laki tersebut mencoba untuk mencari artinya, tapi tanpa pernah terbayang olehnya ia tak pernah barang sekali pun menerima kasih sayang itu. Ibunya tak pernah sama sekali membencinya, begitu pun ayahnya. Ayahnya selalu bekerja keras demi menghidupi si Ibu dan putra kesayangannya itu. Lantas apa yang sebenernya terjadi? Sesuatu.

Sesuatu sulit sekali dijelaskan. Seperti hubungan suami istri. Anak lelaki tersebut hanya selalu di pertontonkan peristiwa yang seharusnya tidak dilihat oleh anak seusianya. Kejadian itu berawal dari ekspresi hambar yang terpatri jelas di wajah Ibunya, senyumnya tak lagi pernah terbayang di wajah anaknya. Di usia yang belum cukup untuk masuk TK, sebuah kejadian berawal. Si anak terkena demam tanpa tahu sebabnya, kemudian Ibunya yang tengah membenahi pakaian berada di samping anaknya. Si anak menangis cukup keras sampai si Ayah yang sedang makan malam memanggil si Ibu, bertanya apa yang terjadi pada anaknya itu. Seketika suasana berubah diam. Si Ibu dan si Anak tak terdengar suara apapun, sedang si ayah yang berada di dapur semakin curiga dan bertanya-tanya kenapa si Ibu tak menjawab panggilannya. Ini bukan yang pertama kali, ayah sudah pernah memanggil Ibu bahkan saat mereka duduk bersampingan pun si Ibu tak merespon. Si ayah memutuskan untuk berhenti sejenak dari aktifitas makan malamnya dan melihat ke kamarnya. Suatu kejadian hampir saja memecahkan kepala ayah. Dilihatnya si Ibu tengah membekap wajah si anak dengan bantal. Lantas ayah segera memberhentikan hal tersebut dan sempat memekik pada ibu. Si anak menangis menjadi-jadi, di sentuhnya tubuh si anak tampak sangat panas dan ayah pun segera membawa anak tersebut ke dokter.

Kejadian tersebut adalah awal dari hubungan ayah dan ibu. Kejadian demi kejadian pun perlahan di alami si anak dari perilaku ibu yang sering kali berubah-ubah dan bagaimana ayah mengatasi perilaku ibu tersebut. Ruang kamarnya pun di pindahkan setelah si anak sudah dapat untuk tidur sendiri. 

Di suatu siang tepatnya musim panas di minggu pertama. Si anak kelelahan belajar dan pulang sekolah dengan keadan setengah demam. Sesampainya di rumah terlihat sepasang sepatu yang asing, tampaknya bukan milik ayahnya. Ibunya tak terlihat di dapur seperti biasanya. Si anak pun memutuskan untuk beranjak ke kamarnya, tapi selama melangkah melewati ruangan satu per satu terdengar suara percakapan seseorang. Sepertinya Ibunya kedatangan seorang tamu. Si anak mencoba menghampiri kamar ibunya dan dilihatnya ada seorang pria disana- sedang bersenggama dengan ibunya. Mata ibunya bertemu dengan sepasang mata anaknya, dan ibunya tersenyum.

"Aku mencintamu..." begitu katanya.

Si anak terbelalak dan langsung pergi ke kamarnya. Seminggu lagi ujian sekolah dan pikirannya mulai dikacaukan oleh kejadian barusan.

Hal tersebut pun menjadi sebuah kejadian rutin yang sudah biasa di lalui oleh si anak. Ayahnya juga sudah mulai tidak peduli dengan perilaku ibu yang berubah-ubah setiap saat. Sedikit saja ibu melakukan sebuah kesalahan, ayah pasti akan memukul ibu, menghantamkan kepala ibu ke dinding atau lantai kayu rumah mereka. Meja kemudian akan bergetar oleh teriakan-teriakan yang di buat ayah dan ibu hanya akan diam sampai semuanya selesai dan membenahi kekacauan itu. 

Suatu ketika ayahnya pulang dalam keadaan mabuk berat setelah mengikuti perjamuan dari kantor tempat kerjanya. Kemudian hal tersebut terjadi berulang kali dan menjadi rutinitas ayah setiap pulang dari kerja. 

Sentuhan ibunya kini terasa berbeda, tidak menenangkan seperti sebagaimana seorang ibu kebanyakan. Rasa terkasihnya, rasa keibuan dan bagaiaman ekspresi itu di sampai terasa seperti sesuatu yang membuatnya bingung, entah keraguan untuk menerima bagaimana bentuk belaian seorang ibu tapi pastinya setelah si anak beranjak dewasa semua itu tampak berubah. Bentuk tatapan ibu terasa menelik dan masuk ke dalam pikirannya dengan perlahan dan seakan menyentuh sampai mengaburkan kendali indra miliknya. 

Tepat saat ia duduk di bangku SMA kejadian yang menjadi momok petaka itu terukir dalam ingatannya. Malam itu setelah pulang sekolah isi anak bertemu dengan ayahnya di depan gerbang, saling menyapa satu sama lain dan memasuki rumah bersamaan. Ayah punya kebiasaan selalu menghampiri meja makan terlebih dahulu, sedang si anak bergegas ke kamar untuk mengganti baju dan hendak menyantap makan bersama. Tapi, malam itu ayahnya dalam keadaan mabuk dan mulai banyak bicara yang menyudutka ibunya. Setelah selesai mengganti bajunya, sia anak bergegas turun untuk bergabung dengan ayah dan ibunya, dilihatnya ayahnya terbujur di lantai dengan mulut yang mengeluarkan banyak busa. Si anak melihat ke arah ibunya. Ibunya tersenyum dan memeluknya, membisikan sesuatu yang tak dapat di tolaknya.

Sekitar pukul dua pagi, si anak dan ibunya keluar dari rumah menggunakan mobil milik ayahnya, mereka membawa mayat ayahnya menuju sebuah tempat wisata pegunungan. Selama perjalanan ibunya bercerita mengenai masa kecil si anak yang begitu di cintainya, suaranya tampak ceria dan terukir senyum seperti setiap kali si anak melihat ibunya setiap hari. Sesampainya di tujuan, ibu dan anak tersebut membawa mayat ayahnya ke kaki gunung, sebuah daerah yang hanya penuh dengan pepohonan tinggi dan jalan yang licin juga berbatu. Mereka menggantung mayat ayah di sebuah pohon yang cuckup tinggi dengan dahan yang lumayan besar. Sebelum meninggalkan tempat tersebut ibunya sempat berbicara dengan mayat ayahnya, meminta maaf kalau dirinya sempat salah membesarkan putra mereka dan mengatakan kalau dirinya akan terus menyayangi mereka berdua. Ibu pun terlihat mencium kepala ayah kemudian meninggalkannya. 

Beberapa hari setelah itu orang asuransi dari kantor ayahnya menghubungi si anak untuk segera mencairkan dana asuransi milik ayahnya. Kehidupan mereka pun berjalan seperti biasanya. Setelah lulus SMA si anak mulai bekerja dan pulang kerumah menggunakan mobil milik ayahnya. Si anak juga punya kebiasaan yang hampir serupa dengan ayahnya, selalu menghampiri meja makan terlebih dahulu dan di sapa oleh ibunya setiap kali sampai dirumah. Selalu tersaji makan malam seperti sejak dulu. Dan itu berlangsung cukup lama sampai beberapa kejadian yang membosankan pun terjadi. Tapi kini ibunya mulai berhenti berhubungan dengan lelaki asing. Si anak juga mulai memfokuskan diri untuk wajib militernya nanti.

Pada malam yang berbeda saat si anak diajak untuk mengikuti perjamuan di tempat ia bekerja dan pulang dengan keadaan setengah mabuk, si anak di sajikan makan malam seperti biasanya. Ibunya juga selalu duduk bersebrangan sambil memerhatikannya makan. Si anak lantas menyantap makan malamnya seperti biasa, tapi tidak seperti biasanya, masakan ibunya terasa berbeda. Si anak pun teringat akan mendiang ayahnya. Ibunya meracuninya sekarang. Si anak tak tahu harus melakukan apa, dia lantas jatuh ke lantai dan berusaha keras untuk tetap sadar. Rasa mulutnya tak karuan, perutnya juga terasa sakit luar biasa, kepalanya begitu berat dan sulit sekali dikendalikan dan ia terus mencoba untuk sadar. Si anak melihat ke arah ibunya yang mulai mengikat tubuhnya, si ibu berbisik mengenai putra kesayangannya yang dibesarkan sejak kecil kini tumbuh besar dan sudah mirip sekali dengan si ayah, sesekali ibunya tersenyum dan memuji si anak yang semakin hari tumbuh dan mulai menjadi pria dewasa dan tampan, mungkin kini anaknya sudah mulai menggoda banyak perempuan di luar sana atau bahkan memiliki pacar. Ibunya membaringkan si anak dengan meluruskan kedua kaki anaknya, membuka celana si anak dan mulai duduk di atas tubuh si anak dengan pisau yang berada di genggamannya. Tapi si anak merasa kesakitan diantara pahanya, ia menjerit. Pikirannya berantakan dan ia melawan seluruh rasa sakit dalam tubuh dan pikirannya, ia bangkit dan menghindari perlakuan ibunya itu. Si anak berada dalam kebingungan, tidak mungkin juga ia membunuh ibunya, kalau ia melakukan itu sama saja seperti ibunya yang meracuni ayahnya. Tapi tidak ada cara lain selain membunuh ibunya, dengan begitu hidupnya tak lagi akan dipenuhi rasa kebimbangan dan kebingungan mengenai perilaku ibunya. Tapi itu tidak mungkin dilakukannya, kedua pilihan itu adalah sebuah kemustahilan. Si anak hanya terpaku bersandar pada dinding meratapi pikirannya yang kacau. Ibunya menghampirinya dan meletakan pisau tersebut di tangan si anak, ibunya menempatkan lehernya sejajar dengan tangan anak yang menggenggam pisau tersebut.

Si anak dalam pikiran yang kacau luar biasa dan berkecamuk di dalam dirinya, ia tak ingin menyalahi dirinya apalagi menyalahi ibunya yang selalu mengatakan bahwa ibunya selalu mencintainya setiap saat. Tentu ini adalah murni kesalahannya yang tak dapat menghindari kesalahan yang hendak dibuat olehnya. Dalam mimpinya, ibunya hadir dan selalu mengucapkan kalau si anak adalah putra kesayangannya yang tampan dan paling di cintainya. Itu adalah mimpi buruk dimana semua pengulangan momen kejadian terjadi dari kematian ayahnya dan ibunya. Semua itu mimpi yang selalu terbayang-bayang sampai dirinya bertemu dengan sosok lelaki kecil, usianya kira-kira 3 tahun lebih muda darinya. Menyelinap masuk ke rumahnya tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan dirinya. Seorang penguntit yang baru saja masuk ke dalam kandang monster.

Ternyata lelaki yang masuk kerumahnya itu adalah tetangganya yang tidak pernah keluar dari rumah dan merupakan seorang pengangguran, usianya juga setahun lebih tua darinya. Tubuhnya begitu kecil, kurus dan pendek, raut wajahnya juga seperti seorang kriminal kecil. Penguntit itu datang tanpa di undang dan tak bisa keluar setelah anak laki-laki tersebut melihatnya diantara tangga rumahnya. Si anak pun memberinya sebuah pelajaran dengan mematahkan kaki si penguntit itu dan menyanderanya di basement rumahnya.

Dalam beberapa waktu yang sekiranya terasa begitu lama penguntit itu merasa si pemilik rumah sedang berada di luar dan mencoba merayap menaiki tangga secara perlahan-lahan, dia memerhatikan setiap lekuk interior rumah itu yang tak begitu memiliki banyak perabotan. Hanya dapur yang di patri paling menonjol setelah ruang tengah kecil dengan televisi besar dan sofa saling berhadapan di dekat pintu keluar. Ada tangga menuju lantai atas dan kamar di dekat dapur dengan pintu geser tradisional. Lantainya dilapisi kayu dan dindingnya di poles dengan warna putih agak ke abu-abuan. Ada lemari di dekat sana yang di isi dengan bingkai foto dan macam-macam yang lainnya. Rumah itu begitu sunyi, bahkan hanya terdengar suara nafasnya dan detik jarum jam. Pukul 2 lewat 10 menit.

Pukul 2 yang tidak diketahui malam atau siang. 

Suara knop pintu terbuka dan memperlihatkan si pemilik rumah baru sampai dengan membawa dua kantong plastik yang berisi pembersih lantai dan makanan. Penguntit yang terbujur di lantai hanya terdiam ketakutan dan tak mampu menggerakan tubuhnya. Si pemiliki dengan santainya menaruh kantong plastik tersebut di meja makan dan mulai berbicara.

"Ketika tuan rumah datang sambil membawa makanan. Tamu dengan mudahnya bertindak sesuka hatinya di rumah yang bukan miliknya. Tamu apa yang sekiranya dengan lancang bertindak demikian? Kurasa bukan tamu. Seseorang menyelinap masuk ke rumah orang lain tanpa di suruh, tidak hendak mencuri apapun dan terlihat bodoh. Kalau dipikir tamu itu adalah orang yang di undang oleh si pemilik rumah. Kalau begitu kau bukan tamu tentunya, seorang penguntit. Ada polisi yang bertanya padaku mengenai sepupuku yang masuk kemarin, dia juga memberitahuku bahwa untuk berhati-hati di sini. Akan lebih baik kalau berlama-lama disini karena diluar tampaknya tidak aman."


Biasain panggil 'ara'

Seorang manusia yang memiliki sepenggal kalimat untuk mencintai dirinya sendiri

Posting Komentar

Kamu sebaiknya tahu mengenai tata krama umum yang biasa digunakan. Disini saya memiliki bagian hampir semuanya. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan dengan kata yang baik.
Terima kasih telah memenuhi standar untuk berkunjung.

Lebih baru Lebih lama