Aku tidak ingin menuntutmu sesuai dengan apa yang aku inginkan. Aku ingin kau menjadi dirimu sendiri. Lakukan apa yang ingin kau lakukan, lakukan semaunya. Tapi ingat, sesuatu yang telah kamu lakukan memiliki sebuah konsekuensi nantinya, tidak tahu kapan itu. Apa yang kamu lakukan hari ini akan memberi dampak di kemudian hari. Seperti contohnya, sesuatu yang telah kamu lakukan beberapa saat lalu. Kemudian berhasil memilikiku, mungkin menurutmu itu bukanlah perkara yang mudah, tapi bagiku itu sebuah perhitungan yang sedikit memakan waktu istirahatku. Sudah lama sekali hatiku tidak seterbuka ini, terbuka mengenai masalah kehidupanku yang rumit, terbuka mengenai keseharianku yang membosankan, dan terbuka mengenai perilaku-perilaku aneh yang kadang kala orang lain sulit sekali pahami. Setidaknya kamu bertanggung jawab terhadap hal tersebut, terhadap sesuatu yang telah kau putuskan. Walau aku lahir dari sebuah 'kekacauan' setidaknya aku ingin membuat kehidupan yang lainnya sedikit teratur.
Aku menghargai semua tutur kata, perilaku, cara, dan seluruh aktifitasmu, bahkan semua yang tak dapat aku tolerir sama sekali. Tapi, perasaan ini berbeda. Sesuatu yang harus di bicarakan dengan serius dan dengan perjanjian yang benar.
Awalnya kita harus dipertemukan untuk menghindari sebuah penyesalan mengenai sesuatu yang dilakukan secara verbal. Kemudian, semuanya kembali pada cara kita untuk saling berhubungan.
Kita memiliki hampir banyak kesamaan dalam sudut kehidupan dan keluarga, tapi cara kita berbeda saat menanggapi sesuatu. Aku yang terlalu serius dan banyak berpikir, sedang dirimu yang tidak peduli dan menerima segalanya dengan tangan terbuka.
Kamu tetap menjadi dirimu sendiri, itulah yang aku inginkan darimu. Entah dimana pun kamu menjadi dirimu sendiri. Tapi mengenai aku, setidaknya ada sedikit cara untuk menyakinkan bahwa aku tidak berharap sendirian disini, tidak memikirkan nasib sendirian, dan tidak pula menginginkan dirimu sendirian.
Konteks dari apa yang telah aku lakukan saat menerimamu dengan tangan terbuka adalah, aku ingin segera kembali pulih dari apa yang telah menyerangku selama ini. Kau hadir dan aku ada, ini adalah frasa dari kita.
Aku mengingatkan dan kau tak melulu harus lakukan, terserah apa yang kau lakukan, persetan dengan segala yang melekat padamu. Aku sekedar menyalurkan seluruh gejolak emosi yang telah terpendam untuk sekian lama.
Jadi, jangan salahkan jika aku menginginkan akhir lebih awal dan menyianyiakan perjuangmu di awal, itu tidak sama sekali ada. Kita hanya sekedar kebetulan dipertemukan, dan dengan mudahnya aku membuka hatiku padamu.
Aku tidak lantas menyesal, tapi yang namanya nyaman itu seperti berakar kedalam sum-sum tulang terdalam, hinggap dan tak dapat lepas sedikit pun. Aku tidak selamanya percaya padamu. Hampir dari segala masalah yang ada, aku tidak mempercayai siapa pun. Bahkan diriku sendiri.
Lebih cepat dari seminggu, kebanyakan orang-orang memakan waktu hampir berbulan-bulan lamanya, maka dari itu aku memutuskan bahwa kau istimewa. Kau hebat.
Tapi tidak denganku. Aku seseorang yang mudah bagimu, orang yang bodoh, dan sekali lagi sesuatu yang terlihat buruk sekali. Bermain-main denpganku bukan sesuatu yang buruk, tapi itu akan sedikit menyayat hati.
Aku ingat perbincangannya mengenai sesuatu yang menyenangkan yang menghubungkan diantara kita, sebuah gurauan yang lucu dan konteks 'baper' yang selalu hinggap pada diriku. Kemudian aku menyahuti "Dan bagaimana bila semua ini adalah gurauan? Apakah itu lucu? Apa kamu akan tertawa?" dan suara tawamu hilang seketika. Berkomentar bahwa leluconku amat sangat tidak lucu.
Dan lagi-lagi aku meminta maaf.
Entah sihir apa itu, aku mengatakannya begitu saja
Terbiasa dan Trauma adalah sesuatu yang hampir bertolak belakang dan tidak semua insan mengalaminya.