Ryu Shouta: After Another Life


Ryu Shouta: After Another Life

Selalu ada yang aku takutkan dari diriku, entah itu yang akan terjadi nantinya atau sesuatu yang sudah berlalu.
Sebelum memutuskan untuk tinggal dengan Megumi, duniaku jelas jauh berbeda dengan sekarang.
Kehidupanku sebelumnya mungkin kedengarannya akan sedikit mengenaskan, tapi kalau di rasa-rasa sebenarnya tidak sepert itu. Kehidupanku yang dulu begitu berharga, walau aku tidak akan pernah berharap bisa kembali ke masa lalu. Aku tidak ingin merubahnya, aku tidak ingin terlibat lagi di dalam sana. Cukup untuk menjadi kehidupan  Shouta yang sekarang.

Tapi kalau boleh aku menceritakan sedikit betapa susahnya dulu aku menjalani hidup. Dari membeli mie di toserba rasanya sangat memusingkan. Aku tidak bisa langsung memilih makanan kesukaanku, apalagi membawanya ke meja kasir. 
Yah, benar. Ini mengenai harganya yang menurutku agak sedikit mahal untuk satu porsinya. Ada mie yang lebih murah dan bila aku membelinya mungkin aku bisa mendapatkan 3-5 bungkus. 

Dulunya aku adalah orang yang sulit dalam finansial. Tapi kini, semenjak aku memutuskan untuk tinggal dengan sepupuku yang sepertinya mulai mengurung diri di apartemen. Paman dan Bibi sedikit khawatir akan keadaan sepupuku dan meminta bantuanku untuk tinggal menemani sepupuku. Karna mereka tahu aku cukup dekat dengan sepupuku. Megumi.

Sejak kelas 2 SMP kedua orang tuaku bercerai, kemudian aku memilih tinggal dengan Ibuku yang kemudian memutuskan untuk tinggal dengan keluarganya. Dan semenjak itu aku dekat dengan Megumi yang pendiam. Megumi hanya menghabiskan waktu di kamarnya seharian, terkadang aku mengajaknya pergi ke rental game online atau berbelanja makanan untuk makan malam. Awalnya Megumi masih menutup diri, mungkin karna aku ini laki-laki sedang dia adalah perempuan. Tapi perlahan-lahan dia membuka diri dan mulai banyak bicara padaku, ketimbang dengan orang tuanya sendiri. Bahkan dengan adiknya sendiri, Mika. Selama tinggal di keluarga Ibu, aku selalu mengerjakan pekerjaan rumah seperti; mengepel, menyapu halaman, mencuci pakaian, membantu memasak, membantu paman mengurus kebunnya, sampai mengantar Mika ke sekolah. Mika saat itu masih kelas 3 SD. Ibuku juga bekerja di sebuah butik. Ibuku hanya membuat pola, bisa di bilang Ibuku yang mendesain sebuah pakaian. Setahun kemudian Ibuku menikah dengan teman kerja Pamanku. Karena aku tidak menyukai orang asing, saat Ibuku memutuskan untuk tinggal dengan Suaminya aku memutuskan untuk tinggal dengan Ayahku. Selama tinggal dengan Ayah, aku mengurusi diriku sendiri begitu pun dengan Ayah. Ayah hanya mampu membiayai aku sekolah, jadi aku mencari pekerjaan untuk membiayai hidup. Karna saat itu aku masih kelas 3 SMP, sangat jarang bahkan hampir tidak ada yang memperkerjakan murid SMP. Aku mendapat pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih kantin, bayarannya lumayan untuk makan dan tabungan masuk SMA. Ayah adalah pekerja serabutan, jadi aku tidak tahu ia bekerja apa. 

Aku masih ingat saat Megumi mengutarakan mengenai dunia kecil yang nyaman, tanpa adanya kontak mata secara langsung, bicara dengan konsep, dan sebagainya yang tidak aku mengerti. Intinya Megumi bicara mengenai dunia yang lain yang bisa ia tinggali. Aku berpikir Megumi mulai menandakan gejala anti sosial, tapi tidak berlaku padaku. Mungkin karna aku tampan, wajah ini bisa menyakinkan Megumi bahwa aku orang yang baik.

Akhirnya saat tahun ajaran baru aku pindah ke kota lain dekat dengan tempat tinggal Megumi dan memulai kehidupan baru di awal SMA. Seluruh kebutuhanku di penuhi oleh orang tua Megumi, aku bahkan mendapat uang saku yang cukup banyak. Lebih banyak dari pemberian Orang tuaku. Dan mulai saat itu aku menolak uang Ayahku. 

Aku bisa membeli mie yang harganya 3-5x lipat harga yang biasa aku beli. Aku bisa membeli minuman soda ukuran 1,2 liter, aku juga bisa membeli sosis ukuran jumbo, keju mozarella, susu fermentasi 1 liter, sampai produk perawatan wajah. Aku merasa butuh untuk merawat wajahku, karna ini adalah modal di masa-masa SMA untuk mendapat perhatian dan asumsi-asumsi baik seseorang padaku.

Aku bukan tipikal orang yang gemar menghamburkan uang, bukan lantas aku membeli semua yang kuinginkan dengan uangku. Aku selalu menjadikan pelajaran kehidupanku dahulu untuk kehidupanku yang sekarang. Aku mungkin bisa jauh lebih tampan, tapi jika pandai mengatur uang untuk di tabung setidaknya akan ada kebutuhan di masa mendatang yang lebih penting dari sekarang. Terkadang aku makan di tempat yang sedikit mahal atau tempat makanan enak sebagai hadiah atas kerja kerasku, atau di saat aku benar-benar harus menghibur diri. 

Tinggal bersama Megumi tidaklah buruk. Megumi adalah anak baik dan mandiri. Dia adalah orang yang benar-benar rapi, tapi pelupa. Dia mencuci pakaiannya sendiri, tapi terkadang kami bergantian melakukannya. Sejauh ini dia sudah bisa masak setelah aku ajari, tapi aku masih menjadi chef utama. Dia seringkali lupa membereskan tempat makan setelah makan di kamarnya, dia juga paling sering lupa mengangkat jemuran, lupa setelah membeli barang di daring, bahkan lupa mengunci pintu saat mandi. Aku pikir Megumi membenci keluarganya, tapi dia sebenarnya orang yang sangat sensitif. Megumi tidak ingin melihat anggota keluarganya bersedih, yah kedengarannya memang egois tapi itu membuatnya harus mengurung diri agar tidak merasa sedih yang terlalu mendalam. Ia tidak ingin melihat keluarganya kesusahan, makanya ia mengurung diri dan melakukan sesuatu untuk mengalihkan rasa sedihnya.

Aku pikir setelah tinggal bersama Megumi, aku akan jatuh hati padanya. Seperti di cerita-cerita manga atau serial anime yang aku tonton, tapi ternyata jatuh cinta tidak semudah itu. Walau aku sempat berpikiran untuk mengintip Megumi saat mandi dan kadang juga melihat Megumi yang baru selesai mandi, atau menghabiskan waktu sepekan bersama di apartemen. Hal itu tak lantas membuatku jatuh cinta padanya. 

Tapi ada bocah tengik yang mengusik awal kehidupan baruku di musim semi. Aku tidak akan pernah tahu yang namanya jatuh cinta sebenarnya se-buta itu, tidak memandang siapapun bahkan darimana dia berasal. Di Festival Musim semi dimana aku mendapat pesan dari Ayahku yang sebentar lagi akan menikah, aku hampir tidak peduli dengan itu. Mungkin ini alasan aku di lahirkan sebagai seorang laki-laki adalah dapat mengurusi diri sendiri jika suatu saat kehilangan segalanya. Setidaknya aku masih memiliki Megumi dan keluarganya yang baik. Tapi aku merasa begitu bersalah saat sadar aku ini sebenarnya laki-laki dan jatuh cinta untuk pertama kalinya pada, Yosuke-san. Seseorang yang menemaniku di Festival musim semi. Aku masih ingat saat dia beralasan menunggu adiknya. Aku yakin kalau diriku ini adalah seorang laki-laki, tapi Yosuke-san membuatku terus-menerus berpikir setiap saat mengenai diriku yang sebenarnya. Tidak, aku tidak pernah memikirkan hal itu dan tidak pernah ingin kembali mengingat masa laluku. 

Aku hanya memikirkan Yosuke-san.

Yosuke yang menjulurkan senyumnya padaku.

Tentu, itu tidak mungkin. Senyum Yosuke-san membuatku dadaku berdegup.

Bayangan mengenai percakapan pagi itu benar-benar terus mengiang di kepalaku. 

"Ikut Festival juga-kah?"

"Ah, iya."

"Senang berkenalan denganmu. Namaku Yosuke."

"Namaku Shouta."

"Aku sedang menunggu adikku. Apa tidak apa-apa aku bicara dengamu?"

"Tentu. Dengan senang hati Yosuke-san."

"Apa kamu siswa SMA?"

"Baru masuk tahun ini."

"Oh, begitu rupanya. Aku juga sama. Ngomong-ngomong aku telat 2 tahun."

"Sebenarnya aku baru disini."

"..."

"..."
Yosuke

Yosuke

Namanya Yosuke Masahiro

Yosuke-san yang kini selalu terbayang di pikiranku. Aku tidak bisa berhenti memikirkan mengenai Yosuke-san. Aku begitu menyangkan karna tidak bertukar alamat E-mail sebelum berpisah. Aku begitu berharap untuk dapat segera bertemu dengan Yosuke-san dalam waktu dekat. Aku benar-benar berharap dan ingin sekali menceritakannya pada Megumi. Kira-kira apa reaksi Megumi mendengar cerita ini, mungkin akan tertawa dan melempar bantal ke arah wajahku atau hanya diam karna menurutnya itu adalah sesuatu yang aneh. Aku membayangkan apa jika aku membawa seorang perempuan ke apartemen, Megumi mungkin akan menghindar karna takut untuk bersosialisasi atau marah besar dan mengunciku diluar. Aku aku bisa mencuci pikiranku sendiri mandi, rasanya ingin berhenti menggunakan otak sejenak saja. Tapi kalau di pikir-pikir lagi semua kendali dari bernafas sampai mengedipkan mata itu berpusat di otak. Bisa mati kalau aku tidak menggunakan otak.

"Megumi-san!" 

Aku melihat wajah Megumi yang yang terlonjak kaget dan sedetik kemudian dia mendaratkan sebuah bantal tepat di wajahku.

Karna barusan aku menerobos masuk ke dalam kamarnya berlari dari kamar mandi dengan setumpuk pikiran mengenai Yosuke-san yang semakin waktu itu agak mengerikan menurutku. Bermodal kaus yang terbalik dan handuk yang menutupi sebagian pangkal panggul sampai paha. Belum lagi nafas yang terombang ambing saling bersahut-sahutan dengan detik jarum jam. Meninggalkan jejak air dimana-mana sehingga aku terlihat seperti ucapannya kemudian.

"Dasar mesum! Pakai bajumu dengan benar, bodoh!"

"Sebentar, aku hanya ingin bercerita. Kepalaku sakit, loh!"

"Setidaknya jangan mengagetkan seperti itu. Pakai bajumu sana, lalu buatkan aku mie."

"Aku tidak yakin membicarakan hal ini dengamu. Tapi aku ingin sekali saja mengutarakannya agar kepalaku tidak sakit seperti ini."

"Aku bilang. Buatkan aku mie dahulu, nanti aku akan mendengarkan ceritamu. Terus, jangan lupa berpakaian yang sopan setiap kali datang ke ruang aktifitasku."

Satu hal lagi yang melekat pada Megumi adalah dia sebenarnya cukup malas bergerak saat sedang menonton anime di komputer. Aku mengurungkan niat untuk melakukannya dan beranjak pergi ke kamar untuk berpakaian baru kemudian masak untuk makan malam, kalau terus-terusan makan mie instan tentu tidak sehat. Masak bahan makanan apapun yang ada. Hari ini menu utamanya adalah tahu, sebenarnya aku bisa membeli ayam atau daging atau memesan makanan di luar, tapi aku harus berhemat untuk membeli seragam dan membeli keperluan sekolah. Kalau untuk membeli tas atau sepatu baru mungkin aku akan membelinya setelah dapat pekerjaan nanti.

Tapi terkadang keinginan berhemat selalu saja sirna ketika Megumi ingin memesan makan, aku tidak keberatan selagi dia yang membayarnya dan membiarkan aku ikut makan.

"Kalau keseringan makan tahu juga tidak sehat. Sebentar lagi kau akan masuk sekolah. Sering-sering makan makanan di luar agar kau bisa merekomendasikannya ke teman-temanmu nanti. Terkadang itu cara yang lumayan efektif untuk mendapatkan teman."

Ucapannya memang ada benarnya juga. Tapi darimana ia belajar kata-kata seperti itu? Sejauh ini dia hanya berdiam di rumah. Mungkin dia mengutipnya dari artikel atau sesuatu yang pernah ia tonton atau baca.

“Apa Megumi-san pernah berbicara dengan orang asing?”

Tanpa harus menunggu lama dia membuka mulutnya untuk menyahut pertanyaanku. “Tentu, aku bicara dengan pelayan saat memesan makanan di telepon. Kenapa? Jangan khawatir bila suatu saat aku menjadi Hikikomori. Masih ada pekerjaan melalui daring, aku juga bisa memesan kebutuhanku semuanya melalui daring. Jangan khawatir.”

“Bagaimana kalau terjadi bencana alam? Gempa, banjir bandang, tsunami, atau semacamnya, apa kau akan tetap duduk di depan layar komputer itu?”

“Aku belum berpikir sejauh itu. “

“Sudah, lupakan!”

“Tadi kau mau bicara apa? kelihatannya kau sangat ingin menceritakannya padaku.”

“Besok aku ingin membeli seragam sekolah. Bisakah Megumi-san menemaniku? Aku tidak begitu tahu lingkungan sekitar sini, sekalian besok kita melihat bunga sakura bersama. “

“Baiklah.”


Aku berpikir untuk tidak menceritakan mengenai Yosuke-san kepada Megumi-san. Tapi aku mengira tidak demikian.

Besok. Semua yang telah di rencanakan semalam pun terjadi hari ini. Megumi menemaniku membeli seragam. Bahkan kami melihat bunga sakura bersama di bawah cahaya matahari yang menyinari seluruh kota. Kejadiannya sama seperti kemarin, di bawah pohon bunga sakura aku bertemu Yosuke-san yang tersenyum ke arahku. Aku tak bisa membendung lagi sampai aku menceritakan segala kejadian dan semua yang ada di pikiranku pada Megumi-san.

Aku takut Megumi-san akan menjauhiku karna diriku yang aneh ini. Kemudian menjadi pribadi yang benar-benar menutup diri dari dunia, bahkan diriku yang sekecil ini. Aku harap Megumi-san tersenyum mendengarnya dan tetap berbicara padaku.

“Eh, Yo? Yo- apa?”

Dan semenjak itu aku mulai mempercayai Megumi-san. Aku berjanji untuk selalu berada di sampingnya.

Saat musim semi masih terus berlanjut, tepat saat memulai tahun ajaran baru. Aku berhasil memakai seragam SMA yang artinya adalah awal untuk memulai masa-masa muda, mencari pengalaman mengenai kehidupan finansial dengan bekerja sambilan, bergaul dengan membuat banyak tali pertemanan, dan memulai kisah cinta bersama.

“Yosuke-san?”

“Eh, Sou? Selamat pagi Shouta-kun. Senang bertemu denganmu lagi.

Itu pertama kalinya aku mempercayai keberuntungan di kehidupanku selanjutnya. Aku bertemu dengan Yosuke-san di upacara penerimanaan siswa baru SMA Higashi, itu benar-benar di luar dari dugaanku.


Biasain panggil 'ara'

Seorang manusia yang memiliki sepenggal kalimat untuk mencintai dirinya sendiri

Posting Komentar

Kamu sebaiknya tahu mengenai tata krama umum yang biasa digunakan. Disini saya memiliki bagian hampir semuanya. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan dengan kata yang baik.
Terima kasih telah memenuhi standar untuk berkunjung.

Lebih baru Lebih lama