Peachy Punch
12:04
Kamis, 8-Febuari-2019
Hari-hari melelahkan yang
berulang-ulang pun pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan, tapi tungkai-tungkai
ini perlahan merasakan sakit. Dari hatiku yang mulai kesal sampai merasakan
kelelahan yang luar biasa, aku benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam.
Sejak kemarin Marl berbaring tidak jauh dariku, dia terus-terusan bicara disaat
aku hilang kesadaran-pada tidur siang yang menyenangkan. Awalnya Marl hanya
berucap untuk pamit lalu pergi dan kemudian kembali kemudian menyebut namaku
lagi, entah dia bicara apa terlalu sulit kuingat dibawah alam sadarku yang
semakin mengerut. Aku sungguh kelelahan, dipagi-pagi buta, setengah 4 pagi
harus terbangun dengan alasan mencuci baju dan pukul 5 pagi harus pergi ke
tempat pembelajaran. Selama 2 jam perjalanan yang menampilkan sederet kalimat
panjang berujung kerangka cerita di pemikiranku, dari menunggu kendaraan umum,
kereta yang berdesak-desakan sampai harus menyisipkan kata-kata yang agak tidak
manusiawi. Entahlah, padahal sebelumnya aku tidak memilih jalan kehidupan yang
monoton dan mengerikan seperti ini, tapi terjadi padaku begitu saja. Ada hari
yang menurutku paling sial, sebenarnya aku tidak dapat mengatakan hal itu sial,
mungkin itu suatu balasan atas suatu perbuatan yang kulakukan sebelumnya. Yah,
semacam karma. Hari itu juga aku masih dapat tertawa dengan Zanea, lantas tidak
semua yang terjadi adalah sebuah kesialan, mungkin hanya aku yang menganggap
begitu. Jadi akan kukatakan bahwa hari itu aku hanya perlu menjadikan kebiasaan
di hari beirkutnya dan berhati agak sedikit egois, hanya sedikit. Terlalu baik
juga bukan hal yang baik, jadi tetaplah menjadi lebih baik dari yang terbaik.
Kemarin adalah hari yang hampir
kukatakan tidak teramat sempurna, aku dikalahkan oleh rasa lelah. Menyantap
sarapan dan merias wajah sebentar kemudian berbaring satu setengah jam,
ditengah-tengah tidur lelapku Marl datang berucap sesuatu yang kupikir hanya
suara angin kemudian tidak lama pergi setelah mendapat pengakuan di diamkan
olehku. Beberapa menit kemudian giliranku melakukan Ujian, sekitar 2 jam
kemudian kembali ke ruangan yang biasa kukunjungi setiap pagi-merebahkan
tubuh-dan mulai memperlambat waktu dengan terpejam dan meminjam mimpi dari sang
peri. Aku tertidur cukup lama, sekitar tiga jam setengah. Aku mendengar suara
Marl beberapa kali hanya saja aku enggan menyahuti orang itu, aku sungguh
kehilangan panas tubuhku. Aku kekurangan cairan, dan Marl sendiri berbaring
tidak jauh dariku. Dia juga tertidur menyatu dengan kesunyian di siang hari.
Ini sudah kedua kalinya aku dengan Marl terjebak dalam tidur siang di ruangan
yang sama, diluar panas sedang aku sendiri merasa dingin. Aku mengingat Marl
yang kemarin berusaha mengantarku sampai stasiun, tapi sebuah kegagalan menjadi
takdir di sore itu. Hujan yang sangat deras menjadi penghalang pertama untuk
Marl mengantarku, kemudian kemacetan dijalan menjadi penghalang yang memutuskan
untuk tidak jadi mengantarku ke stasiun. Aku menyuruhnya pergi karna dia
melewati belokkan yang kutunjuk. Jadi dia pergi dengan motor gagahnya sedang
tungkaiku melintasi banyaknya pengguna jalan raya, kebanyakan mata mengarah
padaku, rintik hujan juga perlahan mendinginkan perasaan emosiku yang membara
mengenai betapa banyaknya aku harus melangkah menuju stasiun yang sebenarnya
masih sangat jauh. Lutut kaki kiriku mulai terasa sakit, dan disini posisi uang
menjadi andalan untuk membayar kendaraan umum yang sempat lewat. Lagi-lagi aku
boros. Pulang malam dan menyusuri gelapnya perumahan komplek yang sudah sepi di
awal matahari terbenam sampai bulan mengambil alih, sekitar pukul 7 lingkungan
rumahku benar-benar sepi. Sampai esoknya hal itu terulang lagi. Aku dengan Marl
terjebak di siang hari yang terik, aku kelelahan dan menangis. Beberapa teman
datang dan pergi, Zanea berusaha menenangkanku. Sebenarnya bukan itu lelahku.
Aku hanya lelah. Soal Ujian lebih sulit, aku juga mengurus telepon rumah,
membeli beberapa kebutuhan, dan mengatur keuangan yang masih berantakan. Ada
lebih dari itu, dan Marl di sela tawanya bersama Thea berucap sangat fasih dan
hampir menyakitiku, sebenarnya aku tahu dia hanya bertanya tapi itu terdengar
menyakitkan.
“Apa wanita selalu menangis saat
kelelahan?”
Aku jadi merasa manusia paling
lemah di muka bumi ini, aku jadi merasa paling egois karna merasa manusia
paling menderita setelah itu. Apakah aku begitu? Aku dimarahi atas suatu
kesalahan yang tidak sengaja kuperbuat, dan hal itu berlangsung dua kali
berturut-turut. Aku lelah berdesakan dengan orang yang tidak kukenal,
menempelkan kulit dengan kulit pada orang asing sungguh itu bukan kebiasaanku.
Aku membeli susu untuk Kevin, tapi Marl malah meminumnya. Sebelumnya aku
menawarinya tapi dia malah menolak, terus mengambil jatah milik Kevin. Dia
meneguk cepat saat mendengar jawabanku dari pertanyaan yang Zanea ajukan
padaku.
“Itu susu untuk Kevin,kan? Kenapa
Marl minum?”
“Untuk Kevin?”
“Tadi kau menolak, aneh memang!”
Masih teringat sangat jelas saat
dia dengan cepatnya menghabiskan susu tersebut, aku kesal tapi sangat lemas,
hanya bisa melempar barang apapun pada Marl karna kesal. Entahlah, apa yang mau
dilakukannya memang mengesalkan. Yang masih kuingat tadi pagi-pagi sekali
sekitar jam 6 dia meminta maaf atas hal kemarin, kemudian aku meminta padanya
untuk memberikanku makanan sampai kutunggu selesai ujian selesai yang telah berlalu
berjam-jam dia kembali dengan makanannya untuk dirinya sendiri. Ingin sekali
kutampar wajahnya dengan nampan, aku kelaparan tapi kenapa harus menderita dan
mengemis pada pemuda itu? Aku kelaparan dan sangat lelah kenapa harus tetap
memperhatikan teman seperti dia? Aku tidak mengatakan kevin lebih baik, tapi
mereka sama saja.
Tadi saat hendak pulang dia
tiba-tiba bicara mengenai jerawatnya yang makin hari semakin membesar, tanpa
banyak bicara kebaikan hatiku lebih baik dari hobinya yang terlambat. Obat
jerawat kuberikan padanya begitu saja, dan kubiarkan dia memakai pembersih
wajah milikku. Ingin sekali ku urus wajah berantakannya itu, sayangnya porsi
tubuhnya tidak mendukung. Tapi aku ingat saat dia ada keinginan untuk
mengantarku (walau memang hal itu pada akhirnya tidak berjalan dengan mulus),
aku menunggunya di gerbang dan dia datang dengan motor besar yang amat sangat
tidak kusukai, tapi penampilannya merubah pikiranku. Marl yang memiliki wajah
berantakan dan sering kali kulempari barang-barang itu memiliki potensi lebih
besar untuk menjadi lebih sedikit rupawan. Tangan kecilnya yang menggunakan
sarung tangan memberi kesan tangan yang gagah dan agak besar. Harusnya dia
mengenakan helm kemana-mana. Aku terdiam dan berpikir banyak hal, layaknya
cerita komik jepang atau serial drama korea. Marl tetaplah Marl yang baik dan
tidak pernah bisa untuk bicara keras, Marl yang hobi terlambat dan Marl yang
dapat dibodohi, tapi seakan sosok Marl yang satu ini berbeda. Marl yang di
jalan adalah Marl yang sewaktu-waktu akan jatuh karna tubuhnya kecil. Bobot
tubuhnya mungkin jauh lebih ringan daripada kendaraan yang digunakannya. Aku
selalu berpikir di sepanjang jalan, aku sangat tidak coock bersanding
bersamanya. Dia terbaik dengan wanita cantik, aku sendiri bahkan buruk dalam
berpakaian.
Tadi aku berhasil menggodanya,
Zanea dan Thea hanya tertawa melihatnya tengah tersipu malu digodaku
habis-habisan.
“Biasanya Marl mengakui kau
sebagai istrinya, atau mungkin kalian akan bercerai?!” Zanea memang senang
menggodaku, aku sendiri tidak dapat membalikannya. Jadi aku memilih menggoda
Marl yang mudah sekali tersenyum saat digoda.
Rasakan pembalasanku
“Ceraikan aku kak! Ceraikan aku
kak!”
“Suamiku!!”
Hanya dengan berucap demikian dia
mencoba mengalihkan semu merah di tulang pipinya, dia juga tidak jarang
mengakuiku sebagai istrinya. Lucunya lagi dia malu saat aku malah mengambil
peran di skinship yang dibuat olehnya sendiri.
“Suamiku, kalau begitu ceraikan
aku!”
Marl setahun lebih tua dariku,
bagiku dia belum dewasa dan masih dihantui bayang-bayang kekanak-kanakan. Sama
halnya seperti kevin yang sering sekali memperbaharui statusnya di akun SNS
miliknya, dia adalah orang yang sangat sensitive hatinya. Bisa dilihat dari
semua apa yang berlalu sampai sekarang, Kevin bisa suatu hari berubah mencari
suatu sandaran yang sekiranya tepat untuknya. Tapi entahlah aku tidak bisa
mengenal Kevin dengan baik.