Hanbin percaya padaku. Jadi, dia melihat ke arahku malam itu. Di bawah cahaya rembulan dan kami duduk diantara Junhoe yang berbicara mengarah kepada tamu. Aku melihat Hanbin yang melihatku. Aku ingin menghiraukannya, tapi tatapan matanya seakan bertanya-tanya sekaligus menyampaikan sebuah pesan tersirat yang berisi bahwa dia benar-benar mempercayaiku-dengan sangat.
“Konferensinya
minggu pagi. Kami harap kalian datang.”
Mendengar yang
di ucapkan tamu, Hanbin lagi-lagi menoleh ke arahku dua kali dan aku
mengalihkan pandanganku ke arah lain. Ke seekor kucing berbulu hitam putih yang
agak sedikit dekil dan ekor panjangnya bergelayutan pada patung seorang wanita
yang membawa kendi berada di sampingnya. Benakku mengatakan bahwa Hanbin tak
peduli padaku. Malam ini dia datang karena memang rutinitas hariannya, bukan
karena kehadiranku. Mau hujan deras atau hembusan angin kencang dan badai
sekalipun Hanbin akan tetap datang karena rutinitasnya, sedangkan aku hadir
karena membutuhkannya. Tapi, kali ini aku bersumpah tak ingin membutuhkannya
untuk hadir di sisiku lagi. Tak lagi membutuhkan bimbingannya maupun bantuan
sukarelanya. Aku memang mengharapkan sesuatu yang lebih dari sekedar partner
bekerja, tapi ada hal yang tak lagi sanggup untuk aku lanjuti-mengenai sikap
dan tujuan sebenarnya dia melakukan semua itu. Hanbin hanya sekedar
melakukannya, sedangkan aku melakukannya dengan penuh pengorbanan dan memompa
semangat yang hampir tiada.
Sebelum menerima
jabatan sebagai wakil kepala divisi tiga, aku sudah mengajukkan dan diterima pekerjaan di luar dari Biro. Aku pikir
aku bisa di bebas tugaskan karena sedang berada dalam sebuah misi pencarian
kelompok kriminal di utara dan telah mendapat pekerjaan di luar Biro, tapi
nyatanya Hanbin yang kupercaya malah mengajukkan diriku sebagai wakilnya. Buruknya
lagi aku juga ada pekerjaan rutin di Biro selain menjadi wakilnya, yaitu sekretaris
kepala bagian administrasi pusat yang dipekerjaan di Biro cabang. Dan itu
merupakan ulah yang dilakukan oleh Hanbin, mempromosikanku dan menerima semua
yang tidak ku kehendaki.
Sebenarnya menjadi
wakil kepala divisi tiga tidak sesibuk pekerjaanku di luar Biro, pekerjaanku
hanya mengikutinya setiap hari kerja atau menggantikannya di saat dia sedang
berhalangan, selebihnya di hitung lembur. Dan itulah masalah besarnya,
mengikutinya setiap hari kerja kemana pun dia pergi dan dirinya selalu
berhalangan hadir setiap saat. Kupikir, akulah ketuanya, karena sekretaris
Divisi tiga sangat amat tidak berguna, dia tidak mengerti teknologi masa kini,
bahkan komputer sama sekali.
Dan aku
masih merasakan tatapan matanya masih mengarah padaku, menunggu responku untuk
mengatakan bahwa aku akan bersedia hadir di konferensi pada hari minggu besok.
Lantas aku
diam dan mengelus kucing berbulu hitam putih yang menggesekkan tubuhnya ke
kaki-kakiku. Tentu aku tidak peduli, karena itu bukan urusanku selagi ada
Hanbin disini sebagai kepala divisi tiga.
“Tentu,
saya akan senang hati menghadiri konferensinya.”
Di ekor
mataku, tampak terlihat Hanbin menjabat tangan tamu itu. Mereka bersalaman
kemudian pamit pergi.
Aku bangkit
dari duduk dan hendak keluar dari ruangan sambil di ikuti kucing berbulu hitam
dan putih.
“Mau
kemana?”
“Keluar.”
“Aku tidak
menyuruhmu keluar. Tetaplah duduk. Aku ingin bicara padamu nona.”
“Lewat dari
pukul 5 sore terhitung lembur. “
“Aku tahu. Duduklah
sebentar. Aku ingin bicara sesuatu.”
Junhoe yang
duduk di hadapanku menggeser pantatnya untuk memberiku tempat duduk yang
berlapis bantal kapuk dan lembar kain yang terbuat dari benang wol. Kelihatannya
tidak akan nyaman. Sedang Hanbin pergi mengampiri meja yang berada di sudut
ruangan, mengambil 3 cangkir kemudian menuangkannya dengan air panas dan menaruh
bunga rosela kering di setiap cangkirnya, lalu menyajikannya di meja yang
berada di hadapan kami.
Hanbin duduk
dan belum memulai pembicaraannya. Dia mencari-cari sesuatu di bawah meja. Alisnya
berkerut dan retina matanya mengecil. Dirinya terlihat khawatir dan memasukkan
kepalanya ke bawah meja secara mengejutkan ia seperti menyelam dan mengangkat
kepalanya lagi dengan tarikan nafas yang dalam dan hadir sebuah ekspresi wajah
terkejut Hanbin.
“Kenapa?”
Tanya Junhoe.
“Dimana kertas
papirku?”
“Kukira kau
sudah berhenti merokok.”
“Tidak,
tidak. Aku menulis sesuatu di kertas papirku.”
“Aku sudah
4 hari tidak mampir ke kantor ini. Siapa yang membersihkan kantornya?”Tanyaku
padanya yang kelihatan hampir frustasi setengah mati.
“Tidak ada.
Aku menguncinya saat kau tidak datang ke kantor.”
“Lalu apa
hubungan kertas papirmu itu dengan menahanku disini.”
“Hal yang
ingin kubicarakan denganmu kutulis di kertas papir itu.”
“Apa kau
tidak mengingat isi tulisanmu sama sekali?”
“Aku ingat
beberapa.”
Akhirnya
aku dan Junhoe ikut membantu mencari kertas papir milik Hanbin. Cirinya di
lipat menjadi dua dan berisi 3 lembar yang di dalamnya penuh coretan dan
dibungkus dengan sebuah kertas koran. Aku mencarinya di sekitar meja penjamu
tamu bersama Hanbin, sedangkan Junhoe mencari di meja dekat lemari. Aku
memerhatikan Hanbin yang selalu memberantakan semua berkas yang di laluinya
dengan tidak mengembalikan berkas-berkas tersebut ke tempat semula, dia bahkan
menghiraukan beberapa lembar kertas tagihan dan laporan berjatuhan ke lantai. Aku
menggerutu sambil membenahi kerusakan yang diperbuat olehnya.
Hanbin
adalah orang yang berantakan, tapi dia selalu mengomel jika ruang kerjanya
berantakan. Dia bahkan menyumpahi jamur di dinding kamar mandi. Entah bagaimana
manusia itu dapat hidup sampai saat ini dengan kepribadiannya itu. Dia selalu
mengomel mengenai tempat yang berantakan atau kotor, tapi dirinya tidak dapat
mengatasi hal tersebut dan merupakan penghasil dari berantakan dan kotor itu
sendiri. Dari gerak tangannya bisa ku simpulkan dia hanya sekedar melihat
bagian yang dapat dilihatnya, kemudian bergerak ke sisi lain seakan sisi
tersebut sudah tuntas di periksa olehnya.
“Aku
menemukannya!” Teriak Junhoe sambil mengangkat sebuah koran yang di lipat
kemudian di ikat dengan tali yang terbuat dari serat kayu. “Benar, ini kan?”
“Yah, itu
papirku!”
Hanbin
menghiraukan berantakan yang di perbuat olehnya dan mengambil papirnya, lalu
menghampiri meja kerjanya. Ia membuka bungkusan itu dan mulai membaca tulisan
jelek karya seni yang dibuat olehnya. Junhoe mengintip di balik punggung
hanbin, memastikan bahwa itu bukanlah hal yang menegerikan. Sedangkan aku masih
sibuk membenahi karya seni yang dibuat oleh Hanbin.
“Mengenai
kelompok kriminal di utara, pada desember nanti mereka akan melakukan transaksi
bahan baku senjata. Tidak tahu apa itu. Tepatnya 23 desember di pelabuhan xxx. Mereka
juga meresmikan nama kelompok mereka menjadi CTRL+S, kalau di terjemahkan
berarti menyimpan. Kemungkinan besarnya mereka adalah bagian penyimpanan dari
persenjataan. Atau mungkin hanya spesialis pergudangan bahan baku senjata. Dan pada
23 desember bersamaan dengan kedatangan beberapa keluarga kerajaan inggris akan
datang ke kota ini, tepat di pelabuhan itu juga. Untuk mendapatkan akses
beroperasi disana mungkin mustahil.”
“Ada lagi?”
“Kenapa
kelompok itu bisa mendapatkan akses yang sama dengan keluarga kerajaan?” Tanya
Junhoe.
“Anggota
mereka ada yang memiliki usaha perkapalan. Besar kemungkinan kedatangan
keluarga kerajaan ini merupakan kedok dari salah satu anggota itu.”
“Aku
mengundurkan diri.”
“Tidak
bisa.”
“Kenapa mendadak sekali??”
“