Pada Malam yang Jenuh

귀엽다! 이 한마디로 표현 할 수 있을것 같은 그림체예요!!! >_<// 한국 드라마, 힘쎈 여자 도봉순의...

Pada malam yang jenuh aku mampir ke sebuah kedai kopi milik Meri, salah seorang teman dari fakultas ekonomi di kampusku. Aku sekedar mampir hanya untuk mengosongkan pikiranku dari beberapa tugas yang mulai menghancurkan sel otak yang lainnya di dalam kepalaku, bahkan hanya dengan menyeduh kopi instan di asrama malah membuatku muak. Mampir bukan sekedar menjernihkan pandangan dari angka-angka dan tabel rumusan anggunan bunga dalam soal cerita yang pengajar berikan padaku, sudah tahu aku tidak pernah tertarik dengan yang namanya bunga bank dan segala masalah mengenai keuangan. Menurut prinsipku ‘bila tidak ada uang sekarang, maka seharusnya berusaha, setidaknya untuk bertahan hidup esok.’ Aku kira tidak akan mempelajari sejauh ini. Aku juga harus mempelajari rumus-rumus yang seperti benang kusut demi lulus semester ini.

Kedai tempat Meri bekerja lumayan jauh dari asrama, kalau berkendara menggunakan sepeda butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di kedai. Tidak percuma menghabiskan banyak waktu, setidaknya mataku di suguhkan oleh pemandangan indah orang-orang rupawan disini. Iya, kedai tempat Meri bekerja begitu dikenal karna desain bangunan yang begitu modern dan penuh akan desain arsitektur yang berseni. Bahkan, orang-orang terkenal berkunjung kemari, hanya untuk berfoto sambil memesan segelas kopi latte atau segelas air mineral dengan es karna suguhan desain interior yang estetik-katanya.

Tidak hanya Meri yang bekerja disini, ada temanku yang lain seperti Jiwon seorang mahasiswa jurusan Manajemen teknologi setingkat dibawahku. Dan hari ini aku melihat Jiwon tanpa seragam kerjanya tengah duduk di kursi pengunjung dengan beberapa temannya yang kukenal, Yunhee dari fakultas bahasa asing, tepatnya jurusan bahasa inggris. Dan 3 lainnya aku tidak mengingatnya. Hanya satu yang samar-samar dalam ingatanku, seorang junior setingkat di bawahku. Ia melihat ke arahku dengan matanya yang dijatuhi bayangan dari topi baseball. Mata kami bertemu untuk sesaat dengan melibatkan sebuah ketidak-sengajaan yang membuat parasmu seakan mampir ke dalam bayang-bayangku. Berdalih sebuah kesederhanaan kemeja lusuh dengan sepatu kets hitam dengan tali yang di bumbui warna coklat kusam terlihat begitu memikat di banding cerita-cerita remaja masa kini yang menggambarkan seorang laki-laki dengan tampilan gagah bermotor mewah, uang berlimpah, dan kekuatan bak super hero.

Aku mengenal Haesoo. Pemuda itu tidak seperti cerita nona impian. Dia sederhana. Dari paras sampai sikapnya pun sederhana, bahkan semua yang melekat darinya tak tampak begitu bersinar seperti permata. Haesoo hanya seorang mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris setingkat dibawahku, tapi usia kami sama. Tanggal lahir kami sama yaitu 20 Maret dan di tahun yang sama 19xx, tempat kelahiran kami pun sama, dan uniknya kampung halaman kami pun sama, di kota Namwon. Seperti sebuah takdir yang mengalir, Haesoo pun mengenalku sebagai seorang Senior yang baik di kampus. Lebih tepatnya aku dikenal sebagai senior yang selalu berbaik hati kepada setiap mahasiswi perempuan, dan sebuah keberuntungan bagi Haesoo bahwa aku berbaik hati padanya. Karna, menurutku Haesoo berbeda dengan laki-laki lainnya.

Terkadang aku selalu berpikir setiap malam ‘mengapa hanya Haesoo yang kuperlakukan dengan baik ketimbang lelaki lainnya?’, bahkan senior pun tidak ada yang kuperlakukan lebih baik dari Haesoo dan para Mahasiswi. Mungkin aku menyukainya, itu yang selalu kupikirkan. Alangkah lebih baik aku menyatakan perasaanku sebelum dikemudian hari aku menyesal dan merasa sedih bila ternyata Haesoo sudah menjalin hubungan dengan perempuan selainku.

Aku mengetahuinya dari cerita-cerita teman dan buku roman picisan yang pernah kubaca di sebuah toko buku.

Aku mengenal Haesoo, tidak lebih baik dari mengenal Meri. Hanya sekedar mengenal Haesoo. Aku selalu berseteru dengan pikiran-pikiran beracun yang membuatku terkadang kesulitan berpikir jernih. Bahkan setiap terlibat suatu hal yang melibatkan Haesoo, aku malah semakin kesulitan menangani pikiranku dari hari ke hari. Tidak hanya sebulan-dua bulan, tapi untuk jangka wkatu yang terbilang cukup lama sampai berdampak pada ujian kenaikan semester. Aku di gentayangi oleh sakit kepala yang mengganggu dan tidak pernah hilang walau dengan beberapa butir obat pereda nyeri.

Benar saja ini ulah pikiranku yang berpikir bahwa, si Haesoo itu benar-benar memikatku dengan parasnya yang terbilang biasa dan sederhana untuk jatuh ke dalam kubangan hatinya, dan seperti sebuah takdir Haesoo tidak membiarkanku sendirian di kubangan hatinya yang seperti musim semi bunga bertebaran dengan semerbak harum bungan di taman.

Haesoo menyukaiku, begitu pun sebaliknya. Aku amat sangat menyukainya.

Dan ungkapan itu benar mendedikasikan menjadi ‘kita’.

Seperti sebagian bahan bakar hidup kami di peroleh dari kasih dan cinta, setiap harinya bagai madu yang manis di mulut dan menyehatkan tubuh, bahkan meningkatkan beberapa hormon dalam tubuh, dan terkadang dapat di konotasikan sebagai racun yang membahayakan.

Hari-hari kami berlalu dengan serpihan cinta dimana-mana. Di kala pagi senyumnya berhasil tertangkap oleh sepasang netraku, dan sapaku yang memeluk erat gendang telinganya. Kami saling jatuh cinta, persoalan terkadang hanya seperti angin di musim gugur, kemudian salah satu dari kami akan saling memeluk satu sama lain untuk mengikat sebuah hati yang tak lagi butuh di bagi.

Selama masa kuliahku yang tinggal sebentar lagi, aku sesegera mungkin untuk mencari pekerjaan. Aku ada banyak keinginan setelah akhir studi kuliah, terutama sebuah pernikahan, begitu pun Haesoo. Jarak kuliah kami hanya rentang 2 semester, itu artinya setahun.

Setahun yang akan datang Haesoo akan segera mengakhiri masa kuliahnya, dan setahun lagi aku sedang dalam masa bekerja dan kami akan saling mendekatkan kedua keluarga satu sama lain.

Butuh waktu sekitar 3-4 bulan lamanya sebuah perusahaan mengirim undangan interview kerja padaku. Setelah mengikuti interview, 2 minggu setelahnya aku bekerja di sebuah perusahaan garmen, tepatnya di bagian administrasi. 3 bulan kemudian aku menjadi karyawan kontrak disana.

7 bulan kemudian setelah masa-masa sulit kami, Haesoo berhasil lulus kuliah dan dijadikan sebagai asisten dosen oleh salah seorang pengajar di kampus kami.

 

Kami bertemu seperti waktu sebelumnya, berbincang-bincang dan saling mengasihi atau terkadang bergurau, bahkan di waktu yang serius kami membicarakan perihal rencana masa depan, tranformasi apa yang harus dilakukan. Dan yang selalu ada dalam benakku adalah aku selalu ingin bersamanya tanpa perasaan yang berubah. Aku tidak tahu dengan apa yang Haesoo pikirkan saat itu, tapi ia berkata padaku

"Aku ingin menikah. Aku ingin menikah denganmu."

Aku tidak tahu seberapa besar cintanya padaku sampai ia berkata demikian. Itu artinya ia ingin hidup denganku, hidup berdampingan denganku selamanya.

Dan sebagaimana yang ia katakan, dan yang aku inginkan sebelumnya. Kami pun bekerja lebih tekun dari sebelumnya, berharap sepanjang waktu dan terus mempertahankan hubungan kami hingga cita-cita itu berhasil kami wujudkan.

Haesoo pun menjadi seorang dosen di beberapa kampus, dan aku pun sempat pergi ke beberapa kota untuk masalah bisnis perusahaan. Bahkan Haesoo sempat melamar pekerjaan sebagai guru bahasa inggris di sebuah sekolah SMA dekat rumahnya, Haesoo pun mendapatkan pekerjaan tersebut. Keahliannya dalam berbahasa sungguh hebat menurutku, dia mengatakan padaku alasan kenapa ia memilih jurusan bahasa inggris saat itu. Haesoo menceritakannya padaku tentang dirinya saat itu tidak hanya pemikiran pendek bocah SMA yang hampir kesehariannya hanya menonton film atau animasi, membaca komik atau novel, kebiasaannya itu melahirkan sebuah rasa penasaran atas serial berikutnya yang ternyata hanya tersedia dalam bahasa inggris, kemudian mau tidak mau untuk memuaskan rasa penasarannya, perlahan-lahan ia memperlajari bahasa inggris. Mempelajari bahasa inggris tidak hanya mneghafal sebuah bahasa baru tapi mencoba memahami sebuah pola pikir dari suatu bangsa yang berbeda, atau orang-orang baru di kemudian hari yang mungkin akan bertemu dengan kita tanpa sengaja, memahami seseorang dengan saling berbincang-bincang, dari sebuah cara berbicara itu pula kita belajar memahami manusia, atau mungkin ia bisa memahami hewan dan tumbuhan atau benda yang lainnya. -Haesoo dengan segala pemikirannya yang unik.

Kemudian aku membandingkannya dengan diriku, seseorang dengan sekelumit pemikiran-pemikiran yang rumit dan penuh perhitungan. Menurutku itulah aku. Tapi, Haesoo bisa menggambarkannya begitu apik dengan bahasanya.

"Kamu itu seperti bintang dan bulan yang jauh dari telapak tangan, namun bersinar dan selalu kutatap selama bulan punya kuasa atas malam, seperti pusaran air di tengah laut yang menghanyutkan. Tapi sesungguhnya kamu hanya kamu, seorang wanita yang kini menjalin hubungan denganku."

Haesoo, seseorang yang manis menurutku. Sebuah keajaiban untuk Haesoo yang terkenal dengan pembawaannya yang biasa saja dan jarang sekali bicara dengan kata-kata menggombal seperti itu.

Aku tahu suatu hari nanti kami akan mengikat cinta kami lebih erat dalam sebuah perjanjian yang akan di lantangkan di depan para khalayak. Saling mengasihi, mencintai dan menyayangi satu sama lain, sebagai Haesoo padaku dan begitupun sebaliknya, Aku pun padanya.

Pada kenyataannya aku hanya akan menyimpan gambaran paras Haesoo dalam benakku selama-nya. Haesoo dan aku jelas berbeda, sebuah strata berhasil memisahkan keinginan kami untuk bersama, seakan haram terlaksana bila kami bersama. Cukup sebagai angan dan cerita masa lalu yang menyakitkan. Aku dengan keinginannku tak akan mampu meraih kesederhanaannya, karna ada suatu hal yang begitu besar tak akan mampu menyatukan kami.

Di akhir kalimatnya ia tidak berkata persis seperti itu. Haesoo hanya menulis di lembar halamanku waktu itu, yang isinya

 

"Kenapa seperti mimpi yang tak pernah bisa kugapai?

Kenapa kau bertahan bagai karang yang menahan ombak di pinggir pantai?

Kau itu bagai bulan dan bintang yang terlalu jauh dari telapak tangan.

Jangan pernah menghitung aku dan kau menjadi satu

Itu tak kan pernah terjadi apabila kehendak tuhan jauh lebih hebat daripada menyalakan api dengan air.

Pada dasarnya kehidupan itu tidak kejam dan menyedihkan

Sebenarnya otak dangkal itu sudah terlalu banyak upaya untuk berpikir hingga terpenuhi dengan hal-hal diluar nalar."

 

Haesoo dan Aku hanya sekedar karangan cerita yang di bumbui roman khayal, tidak lebih dari sebuah masa lalu yang kini harus kupendam selamanya.

Biasain panggil 'ara'

Seorang manusia yang memiliki sepenggal kalimat untuk mencintai dirinya sendiri

Posting Komentar

Kamu sebaiknya tahu mengenai tata krama umum yang biasa digunakan. Disini saya memiliki bagian hampir semuanya. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan dengan kata yang baik.
Terima kasih telah memenuhi standar untuk berkunjung.

Lebih baru Lebih lama