Hari Selasa lalu, aku menjadi diriku yang lain. Dimana kesalahan, kebencian, rasa takut, pesimisme dan semua asumsi buruk adalah balok pendiri sebuah benteng terbentuknya jati diri yang salah.
Aku sungguh ingin mengakhiri diriku sendiri, segalanya adalah kepeningan di kehidupan ini. Perilaku mereka yang terlihat begitu mengasyikan dan semua gurauan-gurauan tengah malam hanya sekedar pembukaan untuk dinikmati sekilas.
Sampai sejauh ini aku hanya ingin tertawa,
Menampilkan sederet gigi berkarang dan kontruksi yang tidak rata pada mereka
Tampak sungguh menjijikan
Dilihat dari sudut mana pun, aku terlihat mengerikan
Aku ingin sekali mencintai diriku seperti di pagi hari sejam sebelum pergi beraktifitas
Melihat bayangan diriku di cermin, memuji beberapa sudut yang tampak sekiranya bagiku sempurna. Kemudian melapisi kulit dengan berbagai produk kecantikan, menutupi semua cacat dan sosok lain dari diriku. Untuk menjadi diriku yang lain.
Aku mengeluh berbulan-bulan, sesekali menghantam kepala ke dinding untuk menyadarkan bahwa diriku ini adalah momok petaka bagi mereka semua
Saat ruang canda tawa dibebankan bersama seisinya dipenuhi dengan kebisingan orang-orang jenaka dan pengalaman-pengalaman memalukan kemudian ruang kedap rahasia itu perlahan-lahan menjadi hampa karena suatu hal
Perihal sensitifitas dan egoisme
Esok paginya aku bercermin lagi
Memandang bayangan diriku yang masih tersenyum selebar nampan dengan sederet gigi menguning dan kontruksi gigi seperti nenek penyihir
Aku masih baik-baik saja sampai aku sadar bahwa Selasa itu suatu hal telah terjadi
Pening di kepala masih terasa, nyeri di kaki pun belum hilang juga, dan aku kembali bercermin memandangi diriku
Ini tidak baik-baik saja
Seseorang lagi-lagi tersakiti
Sebagian orang juga merasa demikian
Lagi-lagi aku berbuat suatu kesalahan yang besar
Pikiranku beradu dengan agresif tentang pembenaran suatu kesalahan dan pembelaan pada diri sendiri
Aku tidak berharap hari itu semua orang tahu perihal kegilaan dan seberapa 'tidak jelas'nya aku
Itu hanya berawal dari sebuah pembicaraan mengenai alasan mengapa aku menangis dan sekesal itu pada temanku
Aku terus-menerus melakukan pembelaan dengan beribu-ribu opini yang tidak masuk akal, kemudian berubah menjadi sebuah gelak tawa dan candaan-candaan ringan sampai pada akhirnya diriku diluar batas kendalinya
Sebuah mesin perusak pun lahir dan berakhir pada hari itu juga
Di hancurkan bersama-sama dengan cengiran karna ada sebuah pertunjukan sirkus yang amat sangat lucu
Tanganku hanya sekedar gemetar karna takut dengan pikiran-pikiran bodoh di masa depan
'Bagaimana aku dapat hidup dengan pribadi yang hancur seperti ini?'
'Apa yang harus kulakukan setelah ini?'
'Akankah aku mengakhiri hidupku setelah ini?'
'Ini sangat amat memalukan!"
Aku benar-benar tak sadar dengan semua kata-kata yang sudah terlontar jelas menjadi sebuah jawaban dari pertanyaan mereka yang ditujukan padaku atas apa yang telah kulakukan.
Apakah aku harus membuat sebuat alasan melakukan hal seperti itu pada temanku sendiri? Tapi, kenapa Tuhan masih membiarkan diriku hidup dengan kekacauan seperti ini? Tentunya ini adalah sebuah waktu untuk menebus semua kesalahan yang telah kuperbuat.
Aku harus berhenti.
Menelan secara rakus semua perilaku buruk itu
---
Aku takut mereka pergi meninggalkan monster bertaring dan berbisa ini sendirian
Aku takut merasa kehilangan untuk yang kesekian kalinya
Aku takut
...
Ya, benar aku terus ketakutan. Bahkan terhadap diriku sendiri
---
Hari ini aku merindukkan ibuku, aku merasakan rasa bersalah yang luarbiasa terhadap masalalu dimana aku memperlakukan ibuku dengan tidak baik
Aku ingin menebus segalanya sekarang dengan melakukan suatu tindak-tindakan baik dan berperilaku yang baik pula
Serta tidak lupa berdoa setiap waktunya.
Aku menyanyangi keluargaku
Tertanda
Diriku yang (hampir gagal) mencintai diri sendiri